Riset KIC: 15,5% UMKM Jabodetabek Tak Punya HP dengan Akses Internet

ANTARA FOTO/Feny Selly/hp.
Pelaku usaha menunjukkan katalog online produk sepatu berbahan tenun songket milik merk Nadina Salim mitra Binaan PT Pupuk Sriwidjaja (Pusri) dipajang di salah satu gerai UMKM di Palembang,Sumsel, Senin (20/7/2020).
Editor: Ekarina
11/8/2020, 16.42 WIB
Pemerintah tengah mendorong pelaku usaha berekspansi ke platform digital. Namun, riset Katadata Insight Center (KIC) menunjukkan, ada 15,5% usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) yang tidak memiliki ponsel pintar untuk mengakses internet.
 
Padahal, akses internet sangat diperlukan agar pelaku UMKM bisa merambah pasar online dan mempertahankan bisnisnya di tengah pandemi corona. 
 
"Di wilayah Jakarta saja masih ada UMKM yang mempunyai smartphone tetapi tidak memiliki pulsa. Tanpa pulsa, tentu mereka tidak bisa mengakses internet dan berjualan online," Direktur Riset Katadata Insight Center Mulya Amri dalam Webinar Katadata: Digitalisasi UMKM: Tantangan dan Peluang, Selasa (11/8). 
 
Mulya mengatakan, akses internet maish menjadi persoalan di wilayah pedesaan maupun pelosok Tanah Air. Meski pemerintah sudah membangun berbagai jaringan infrastruktur, akses internet belum tersebar merata. 
 
Riset juga mencatat, 84% UMKM telah menggunakan smartphone dengan koneksi internet untuk berjualan. Lalu UMKM menggunakan PC/laptop dengan koneksi internet untuk berjualan ada sekitar 42,7%, UMKM menggunakan PC/Laptop tanpa internet 9,2%, dan UMKM tidak menggunakan perangkat maupun internet sama sekali 7,3%.
 
Masih menurut survei, para pelaku UMKM menggunakan internet untuk memasarkan produknya melalui media (60,2%), bermedia sosial (57,8%), mempromosikan barang/jasa (54,4%). Lalu, mencari informasi untuk mengembangkan usaha (44,7%), mencari /memesan bahan baku (35,9%), memasarkan produk melalui marketplace (34%), dan mengirim email/pesan instan ke konsumen (27,7%).
 
"Riset juga mencatat bahwa 80,6% UMKM merasa sangat terbantu dengan menggunakan internet selama pandemi corona," ujar dia.
 
Meskipun sekilas tampak sudah banyak UMKM yang masuk ke ekosistem digital, namun sebenarnya masih banyak pelaku usaha mikro yang masih berjualan offline. Data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) per Juli lalu mencatat baru ada 9,4 juta UMKM digital dari sekitar 60 juta UMKM di seluruh Indonesia. 
 
Mulya mengatakan, UMKM membutuhkan sejumlah langkah adaptasi agar bisa berjualan dari toko fisik ke platform di internet. Misalnya, dengan mempelajari penggunaan aplikasi perpesanan di smartphone dan perangkat lainnya, mengunduh aplikasi media sosial untuk mempromosikan produk, hingga menggunakan berbagai fitur e-commerce untuk operasional usaha mereka.   
 
"Jadi ada kapasitas yang harus dibangun. Terutama, bagi pelaku usaha yang belum terbiasa menggunakan teknologi dalam keseharian mereka," ujar dia.
 
Selain itu, para UMKM tersebut perlu dibimbing dan mendapat pendampingan agar bisa mengembangkan kapasitas digital mereka.
 
Kendala Pemasaran UMKM
 
Riset KIC juga mencatat, ada beberapa kendala yang membuat para UMKM sulit memasarkan produknya melalui internet. Kendala itu di antaranya konsumen belum mampu menggunakan internet (34%) , kurangnya pengetahuan menjalankan usaha online (23,8%), tenaga kerja tidak siap (19,9%).
 
Berikutnya,  infrastruktur telekomunikasi tidak layak (18,4%), dana tidak memadai (9,7%), banyak saingan (3,4%), hanya berjualan offline saja (1,9%), dan sisanya mengklaim tidak memiliki kendala (22,3%).
 
Secara keseluruhan, 82,9% UMKM yang disurvei dalam riset bisnisnya terdampak pandemi corona. Sebanyak 63,9% UMKM mengalami penurunan omset sebesar lebih dari 30%.
 
Riset tersebut dilakukan pada 8 sampai 15 Juni 2020 lalu terhadap 206 responden di wilayah Jabodetabek. Adapun metode survei yang digunakan yakni secara online dan melalui telepon. 
 
 
 
Reporter: Cindy Mutia Annur