Laba Bukalapak Tumbuh 60% Sejak Tinggalkan Strategi ‘Bakar Uang’

ANTARA FOTO/APRILLIO AKBAR
Ilustrasi, karyawan menunjukkan fitur pembelian tiket Kereta Api (KA) Bandara pada aplikasi Bukalapak dengan menggunakan gawai saat perjalanan dari Stasiun BNI City menuju ke Stasiun Bandara Soekarno-Hatta di Jakarta, Rabu (28/8/2019).
11/9/2020, 18.15 WIB

Oleh karena itu, Bukalapak bakal berfokus pada segmen warung dalam lima tahun ke depan. Segmen ini dinilai potensial, karena berkontribusi 65-70% terhadap transaksi retail nasional berdasarkan riset CLSA.

Berdasarkan riset Euromonitor International, mayoritas masyarakat Indonesia, India, dan Filipina pun berbelanja di toko kelontong. Transaksinya mencapai US$ 479,3 miliar atau 92% dari total nilai pasar retail US$ 521 miliar pada tahun lalu, sebagaimana Databoks di bawah ini:

Hingga kini perusahaan telah menggaet dua juta mitra warung dan tiga juta agen yang disebut Mitra Bukalapak.

Perusahaan juga memperluas jangkauan layanan dengan membuka Bukamart di 90 kota Indonesia. Ini merupakan respons dari tingginya permintaan kebutuhan pokok selama pandemi corona, yang tecermin pada Databoks di bawah ini:

 

Selain kebutuhan pokok, perusahaan mencatat transaksi produk virtual tumbuh 60% dibandingkan sebelum ada pandemi Covid-19. Produk yang dimaksud seperti pulsa, paket data, voucer streaming musik, film maupun belajar atau kursus online, dan pembayaran tagihan.

Bukalapak juga meluncurkan layanan Business to Business (B2B), BukaPengadaan pada 2017, untuk mendorong pendapatan. Jumlah pembeli dan penjual di platform khusus ini pun tumbuh 48% dan 32% selama Januari-Agustus.

Halaman:
Reporter: Fahmi Ahmad Burhan