Alimama dan Potret Bisnis Rating Palsu E-commerce Indonesia

123rf/ llesia
Ilustrasi HL - Telaah ecommerce
Penulis: Pingit Aria
1/10/2020, 12.24 WIB

Ulasan dan peringkat kepuasan (rating) dari pelanggan merupakan faktor penting dalam penjualan produk atau jasa secara online. Penilaian dari pembeli lain berpengaruh besar terhadap pengambilan keputusan sebab konsumen tidak bisa melihat produk yang akan dibeli melalui e-commerce.

Belanja online memang telah menjadi normal baru bagi masyarakat. Di Indonesia, 96% pengguna internet telah melakukan transaksi online, berikut gambarannya di Databoks:

 

Menurut Bright Local, 85% konsumen mempercayai ulasan pembeli lain saat berbelanja online. Mereka bahkan menilai ulasan online itu seperti rekomendasi personal dari orang-orang yang dikenalnya.

Sayangnya, tidak semua ulasan itu asli. Hasil dari ivestigasi tim peneliti Cornell University menemukan ada 10% ulasan produk yang dianggap palsu.

Begitu pula peringkat atau rating toko online bisa dipalsukan, termasuk dengan membuat transaksi fiktif. Ada bisnis yang berkembang melalui modus ini.

Di luar negeri, penulis ulasan palsu bisa menawarkan jasa mereka di platform seperti Fiverr.com dengan bayaran hingga $5 untuk setiap ulasan. Di Indonesia, dengan struktur yang lebih kompleks dan terkait dengan investasi ilegal, ada Alimama.

Alimama, Bukan Alibaba

Alimama Indonesia (almm.qdhtml.net) belakangan ramai diberitakan karena diduga melakukan penipuan dengan modus penghimpunan dana. Setelah menyetor sejumlah dana, anggota Alimama harus pura-pura belanja di toko online tertentu untuk menaikkan rating-nya di marketplace.

“Satu orang sampai 60 kali order setiap hari,” kata Ayu, seorang mantan anggota Alimama, Rabu (30/9).

Sebagai imbalan, anggota akan mendapat komisi sebesar 0,22% dari setiap transaksi fiktif yang dilakukannya. Produk dan toko online yang menjadi target para anggota ini merupakan mereka yang bekerja sama dengan Alimama. “Ada merchant Shopee, Tokopedia, Lazada dan Blibli, tapi kami transaksinya harus lewat Alimama jadi saldo kami tidak terpotong,” ujar Ayu.

Merasa ada yang salah dari apa yang dilakukannya, Ayu memutuskan berhenti. Ia menarik uang Rp 2 juta yang sempat disetorkannya. Sementara komisi Rp 300 ribu yang seharusnya didapat ternyata habis oleh potongan biaya administrasi.

Ia masih beruntung sebab banyak anggota lain yang belakangan kesulitan menarik dana yang disetorkan. Laporan atas aplikasi ini masuk ke kepolosian di berbagai wilayah, Jakarta, Bogor, Surabaya hingga Bengkulu.

Pemerintah kemudian membekukan aplikasi Alimama. “Kami sudah mengumumkan kepada masyarakat dan meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk memblokir,” kata Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam Lumban Tobing kepada Katadata.co.id, Selasa (29/9).

Meski namanya sama, skema bisnis Alimama Indonesia berbeda dengan Alimama asli di Tiongkok. Sebab, Alimama yang asli, juga Lazada di Indonesia, merupakan bagian dari Alibaba Group.

Rudiantara Jack Ma (Humas Kominfo)

Raksasa e-commerce bentukan Jack Ma itu membantah afiliasi dengan Alimama Indonesia. “Situs Alimama tersebut dijalankan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, dan telah ditutup operasinya,” demikian pernyataan dari Alibaba Group, Rabu (30/9). ”Kami akan menyikapi insiden ini sebagaimana ketentuan jalur hukum.”

Di Tiongkok, Alimama yang asli merupakan platform pemasaran berbasis data. Alimama yang asli berfokus untuk membantu pebisnis online dalam ekosistem Alibaba Group supaya bisa menjalankan pemasaran dengan lebih baik.

Tanggapan Pelaku e-Commerce

Merchant dengan jumlah transaksi besar dan rating tinggi tentu lebih menarik bagi calon pembeli. Mereka dianggap lebih terpercaya karena telah melayani banyak konsumen lain dengan baik.

Tak hanya itu, penjual dengan volume transaksi besar dan peringkat tinggi ini juga bisa mendapat perlakuan istimewa dari marketplace. Misalnya, di Shopee ada star seller dan di Tokopedia ada power merchant. Dengan predikat itu, toko mereka akan ada dalam daftar teratas pencarian barang dan bisa mendapatkan promo eksklusif hingga gratis ongkos kirim.

Berbagai benefit itu tentu menarik bagi para pedagang online. Sayangnya, ada yang menggunakan cara curang untuk mendapatkannya.

Ketua Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Bima Laga menyatakan, perusahaan-perusahaan marketplace telah berupaya untuk mendeteksi kecurangan. “Dari sisi platform, untuk pemalsuan pesanan dan rating, players sudah punya standar tersendiri, dan sistem keamanan yang disesuaikan dengan alur bisnis masing-masing,” ujarnya.

Di antara upaya-upaya yang dilakukan itu misalnya, tautan untuk memberikan penilaian baru dikirimkan kepada pembeli melalui email setelah barang diterima. Artinya, konfirmasi ini juga terintegrasi dengan alur pengiriman oleh perusahaan logistik.

Selain itu, beberapa marketplace juga memberikan poin atau benefit lain bagi konsumen yang memberikan ulasan secara lengkap dengan foto atau video produk. “Jadi tren belanja online, sebenarnya sudah sangat aman, baik itu dari sisi konsumen maupun penjual,” kata Bima.  

Bagaimanapun, terkait dengan dugaan kecurangan yang dilakukan Alimama, idEA akan menunggu hasil penyelidikan oleh pihak berwenang. “Dalam penyelidikan kasus ini, kami siap bekerja sama dengan pihak yang berwajib jika memang diperlukan.”

Tokopedia menyatakan hal senada. Sebagai salah satu marketplace yang namanya dicatut, “Tokopedia saat ini sudah berkoordinasi dengan pihak berwenang untuk menindaklanjuti kasus tersebut,” kata Ekhel Chandra Wijaya, External Communications Senior Lead Tokopedia.

Tokopedia melarang penggunaan perangkat, software, fitur dan/atau alat lainnya untuk memanipulasi sistem. Otomasi transaksi untuk meningkatkan reputasi toko dapat berakibat penutupan akun secara permanen.

Ekhel Chandra menyatakan, Tokopedia terus mengedukasi para penjual melalui webinar yang diadakan setiap bulan dan penerbitan artikel edukasi. Berbagai langkah ini menurutnya penting untuk menjaga kepercayaan pembeli.

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan, Antara