Project S TikTok disorot oleh Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah atau Menkop UKM Teten Masduki dan DPR. Sebab, dinilai bisa mengancam UMKM Indonesia.

Ketua Umum Asosiasi E-commerce Indonesia atau idEA Bima Laga mengatakan, sepengetahuan asosiasi, Project S tidak untuk diterapkan di Indonesia. “Tiktok juga tidak ada bisnis lintas-negara,” katanya kepada Katadata.co.id, Kamis (13/7).

Katadata.co.id juga mengonfirmasi kepada TikTok Indonesia apakah Project S akan hadir di Indonesia. Perwakilan TikTok Indonesia menyampaikan bahwa perusahaan selalu mencari cara baru untuk meningkatkan pengalaman komunitas TikTok.  

“Saat ini, kami dalam tahap awal bereksperimen dengan fitur belanja baru,” kata perwakilan TikTok Indonesia kepada Katadata.co.id, akhir bulan lalu (26/6). Fitur itu belum tersedia di Indonesia saat ini.  

Selain itu, tidak ada informasi bahwa fitur ini akan diluncurkan di Tanah Air dalam waktu dekat.

Project S TikTok Shop pertama kali dilaporkan oleh Financial Times pada akhir bulan lalu. Pengguna di Inggris mulai melihat fitur belanja baru di aplikasi TikTok yang diberi nama ‘Trendy Beat’.

Di Inggris, produk populer yang dijual di ‘Trendy Beat’ TikTok yakni alat pembersih telinga dan penyikat bulu hewan peliharaan dari pakaian.

“Produk-produk yang dipajang di fitur ‘Trendy Beat’ TikTok dikirim langsung dari Cina. Sementara penjualnya terdaftar di Singapura, tetapi tercatat dimiliki oleh ByteDance,” kata sumber dikutip dari Financial Times, akhir bulan lalu (22/6). 

Anggota Komisi VI DPR RI Amin Ak menilai, fitur baru Tik Tok itu berpotensi mengancam produk UMKM, jika tersedia di Indonesia. “Sebab fitur ini hanya memprioritaskan produk UMKM Cina, maka UMKM lokal terpinggirkan,” ujar Amin dalam keterangan pers, Rabu (12/7).

Ia khawatir Project S TikTok merupakan cara perusahaan mendominasi pasar Indonesia dengan membuat tren produk baik fashion, aksesori, dan beragam produk lainnya. 

Menurutnya, TikTok akan mempopulerkan atau memviralkan tren produk yang sudah diatur oleh algoritme perusahaan. Kemudian barang populer ini diproduksi oleh UMKM Cina dan dijual lewat platform social commerce TikTok. 

“Ini jelas mengancam UMKM," ujar Amin.

Hal senada disampaikan oleh Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah atau Menkop UKM Teten Masduki. Menurutnya, revisi aturan sudah diwacanakan sejak tahun lalu, namun hingga kini masih belum terbit.

“Itu bukan hanya untuk TikTok, untuk seluruh e-commerce lintas-batas alias cross border commerce. Jadi jangan kemudian saya dianggap anti-TikTok, bukan, saya hanya mau melindungi produk UMKM supaya ada playing field yang sama dengan produk dari luar, jangan kemudian mereka diberi kemudahan,” ujar Teten di Kantor Kemenkop UKM, di Jakarta, Rabu (12/7). 

Ia curiga Project S TikTok Shop menjadi cara perusahaan mengoleksi data produk yang laris manis di suatu negara, untuk kemudian diproduksi di Cina. 

“Di Inggris, 67% algoritme TikTok bisa mengubah kebiasaan konsumen di sana dari yang tidak ingin belanja jadi berbelanja. Ini bisa mengarahkan produk yang mereka bawa dari Cina dan bisa sangat murah sekali,” kata Teten.

Teten menilai, TikTok Shop menyatukan media sosial, crossborder commerce dan retail online. Dari 21 juta pelaku UMKM yang terhubung ke ekosistem digital, mayoritas yang dijual secara online adalah produk dari Cina.  

Ia khawatir, jika hal itu tidak segera ditangani dengan kebijakan tepat, maka pasar e-commerce Tanah Air akan didominasi produk Cina.  

Teten menegaskan bahwa ia bukan anti-produk Cina maupun luar negeri. Namun, sebagai upaya untuk melindungi UMKM, produk dari luar negeri harus mengikuti mekanisme impor produk termasuk melengkapi izin edar dari BPOM, memenuhi SNI hingga sertifikasi halal. 

“Jika retail online masih diperbolehkan menjual produk impor langsung ke konsumen,  UMKM pasti tidak bisa bersaing. Sebab, UMKM dalam negeri jika berjualan harus mempunyai izin edar dari BPOM, sertifikasi halal, dan SNI. Mereka enak langsung,” katanya.

Reporter: Lenny Septiani