Lazada mencatatkan peningkatan transaksi di fitur live streaming yakni LazLive 200% selama Oktober atau setelah TikTok Shop tutup di Indonesia bulan lalu (4/10).

“Kenaikannya 200% dibandingkan bulan sebelumnya,” kata Head of Livestreaming Lazada Indonesia Ogie Baringbing kepada Katadata.co.id di Kantor Lazada di Jakarta, Kamis (9/11).

“LazLive memang punya peran sangat vital dalam kontribusi pendapatan Lazada di Indonesia dan di negara lain,” Ogie menambahkan.

TikTok Shop resmi ditutup pada bulan lalu (4/10) sepekan setelah Kementerian Perdagangan atau Kemendag merilis Peraturan Menteri Perdagangan atau Permendag Nomor 31 tahun 2023 pada 27 September.

Pasal 21 ayat 2 Permendag Nomor 31 tahun 2023 berbunyi, Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik atau PPMSE dengan model bisnis lokapasar atau social commerce, dilarang bertindak sebagai produsen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang distribusi barang. 

Sementara itu, pasal 21 ayat 3 berbunyi, PPMSE dengan model bisnis social commerce dilarang memfasilitasi transaksi pembayaran pada sistem elektronik. Selain itu, harus membuat badan usaha e-commerce tersendiri.

Namun Momentum Works memperkirakan, persentase transaksi atau GMV Lazada dan Shopee di Asia Tenggara tahun ini turun, meski TikTok Shop diblokir di Indonesia.

Persentase GMV Lazada diproyeksikan 20,2% tahun lalu. Sementara itu, proyeksi pada Juli menunjukkan Momentum Works memperkirakan transaksi e-commerce biru ini turun menjadi 17,7%. Rinciannya sebagai berikut:

Lalu, Momentum Works kembali mengeluarkan proyeksi per Oktober yang menunjukkan perkiraan GMV Lazada kembali turun. Rinciannya sebagai berikut:

  • TikTok Shop 13,9%
  • Shopee 45,9%
  • Tokopedia 14,2%
  • Lazada 17,5%
  • Lainnya 8,6%

Menurut laporan Google, Temasek, dan Bain and Company bertajuk ‘e-Conomy SEA 2023’ memprediksi GMV e-commerce Asia Tenggara naik 6% secara tahunan atau year on year (yoy) dari US$ 130 miliar menjadi US$ 139 miliar tahun ini.

Jika merujuk pada data tersebut, maka nilai GMV masing-masing platform e-commerce di Asia Tenggara sebagai berikut:

  • TikTok Shop 13,9% atau US$ 19,3 miliar (Rp 302 triliun)
  • Shopee 45,9% atau US$ 63,8 miliar (Rp 999 triliun)
  • Tokopedia 14,2% atau US$ 19,7 miliar (Rp 308 triliun)
  • Lazada 17,5% atau US$ 24,3 miliar (Rp 380 triliun)
  • Lainnya 8,6% atau US$ 20 miliar (Rp 313 triliun)

“Dengan diberlakukannya larangan media sosial dan e-commerce di satu aplikasi di Indonesia, kami merevisi proyeksi. Perkiraan terbaru, pangsa pasar TikTok Shop di Asia Tenggara tahun ini 13,9%,” kata Momentum Works dikutip dari laporannya, Rabu (8/11).

“Hal ini membuat banyak orang bertanya-tanya, ‘bukankah seharusnya pangsa pasar  TikTok Shop turun setelah pasar terbesarnya ditutup?’. Meskipun TikTok Shop kehilangan seluruh volume transaksi di Indonesia pada kuartal IV, ada faktor lain,” Momentum Works menambahkan.

Momentum Works menyampaikan, kinerja TikTok Shop di Asia Tenggara melebihi ekspektasi perusahaan sebelum dihapus di Indonesia pada 4 Oktober. Oleh karena itu, GMV diramal melebihi target TikTok US$ 15 juta tahun ini.

“Bahkan jika Indonesia tidak memberikan kontribusi volume apa pun di seluruh kuartal keempat, negara-negara lain, yang menyumbang dua pertiga dari total GMV TikTok Shop sebelum pelarangan di Indonesia, akan tetap membuat pangsa pasarnya melebihi proyeksi,” ujar Momentum Works.

Namun Momentum Works belum menghitung potensi pengalihan sumber daya dari Indonesia ke pasar lain, dan strategi terbaru para pesaing.

Momentum Works juga yakin TikTok Shop tidak akan keluar dari pasar Indonesia.

Google, Temasek dan Bain and Company memprediksi transaksi e-commerce di Indonesia tumbuh 7% yoy menjadi US$ 62 miliar atau sekitar Rp 989 triliun tahun ini. Pertumbuhan ini lebih kecil dibandingkan tahun lalu 20%.

Google, Bain and Company, dan Temasek pun menyoroti para startup e-commerce seperti Tokopedia yang mengurangi promosi atau bakar uang. “Hal itu demi menyeimbangkan pertumbuhan dan profitabilitas,” demikian dikutip dari laporan, Rabu (2/11).

Alhasil, pertumbuhan GMV para startup itu melambat setelah konsumen yang sensitif harga memilih opsi lain.  “Namun jumlah pengguna yang setia masih cukup banyak, sehingga mengimbangi penurunan pertumbuhan pasar dengan kenaikan pertumbuhan pendapatan bersih,” demikian dikutip.

Reporter: Lenny Septiani