Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mengklaim bahwa belum ada perubahan yang signifikan pada kredit bermasalah alias non performing loan (NPL)di fintech peer to peer (p2p) lending selama pandemi corona berlangsung.
"Apabila dilihat dari bulan Februari lalu, masih belum terlihat adanya kenaikan NPL akibat wabah Covid-19 ini," ujar Kepala Bidang Kelembagaan dan Humas AFPI Tumbur Pardede kepada Katadata.co.id, Selasa (31/3).
Meski demikian pelaku fintech lending telah menyiapkan beberapa langkah untuk memitigasi risiko terjadinya lonjakan NPL. Seperti yang dilakukan fintech Modalku. Co-Founder sekaligus CEO Modalku Reynold Wijaya menjelaskan beberapa langkah tersebut.
Pertama, menerapkan proses seleksi yang lebih komprehensif terhadap calon peminjam maupun terhadap pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang sudah menjadi peminjam di platformnya.
(Baca: UMKM Butuh Dana Darurat, Asosiasi Fintech Minta Keringanan Aturan OJK)
Kedua, perusahaan bereaksi lebih cepat terhadap perubahan kondisi ekonomi makro dengan menyesuaikan batas jumlah atau limit, serta jangka waktu pinjaman. Ketiga, memaksimalkan kolaborasi dengan platform e-commerce yang sebagian besar penjualnya masuk ke dalam segmen mikro.
Keempat, berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan AFPI terkait kebijakan baru. "Supaya langkah-langkah yang kami ambil sesuai dengan regulasi dari OJK," kata Reynold dalam siaran pers, Selasa (31/3).
Sementara itu, terkait dengan kebijakan relaksasi pinjaman selama setahun untuk kredit motor atau mobil oleh ojek online dan sopir taksi yang terimbas wabah corona, Tumbur mengatakan bahwa pada dasarnya fintech lending tidak memberikan pembiayaan kendaraan bermotor. "Kredit kendaraan bukan menjadi obyek pinjaman fintech lending," ujarnya.
Meski demikian, AFPI juga telah mengajukan relaksasi kepada OJK terkait perpanjangan tingkat keberhasilan (TKB) fintech lending dari 90 hari menjadi 180 hari. "Kami minta jadi 180 hari, tapi itu kewenangan OJK," ujar Ketua Harian AFPI Kuseryansyah kepada Katadata.co.id, Senin (23/3).
(Baca: Fintech Modalku Waspadai Kenaikan Kredit Macet UMKM Terdampak Corona)
Adapun hal ini diatur dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 77 Tahun 2016. Dalam beleid tersebut TKB atau ukuran keberhasilan penyelenggara p2p lending dalam memfasilitasi penyelesaian kewajiban pinjam meminjam, jangka waktunya sampai 90 hari sejak tanggal jatuh tempo.
Kuseryansyah menjelaskan dampak dari relaksasi TKB menjadi 180 hari yaitu nantinya setiap fintech lending yang mempunyai portofolio nasabah penyelesaian pinjamannya lebih dari 90 hari masih bisa menanganinya secara internal. "Ini lebih realistis di tengah pandemi corona," ujarnya.
Sedangkan, di aturan sebelumnya, apabila ada portofolio nasabah, yang penyelesaian kewajiban pinjam meminjam jangka waktunya lebih dari 90 hari, maka harus diselesaikan oleh pihak ketiga yang ditunjuk AFPI.
Selain itu, AFPI juga meminta relaksasi aturan yang memuat terkait perluasan plafon pinjaman. "Misalnya, dari yang sebelumnya batasan meminjam di fintech lending hanya Rp 2 miliar, menjadi Rp 3 miliar atau Rp 4 miliar," ujar Kuseryansyah.
(Baca: Banyak UMKM Terimbas Corona Menanti Realisasi Janji Keringanan Kredit)