OVO berencana mencari pendanaan pada semester pertama tahun depan. Langkah ini ditempuh setelah Grup Lippo menyatakan telah menjual dua pertiga sahamnya di perusahaan teknologi finansial (fintech) pembayaran tersebut.
“Kami mungkin akan menambah modal pada semester pertama tahun depan. Kami sedang menjajaki peluang itu,” kata CEO OVO Jason Thompson dikutip dari Kr-Asia, kemarin (3/12). Hal ini disampaikan saat wawancara khusus dengan jurnalis Kr-Asia Khamila Mulia di sela-sela acara Wild Digital Conference 2019.
Sebelumnya Pendiri sekaligus pemilik Lippo Group Mochtar Riady mengatakan, perusahaannya menjual dua pertiga saham OVO. Sebab, perusahaannya tidak kuat jika harus memasok dana untuk strategi ‘bakar uang’.
DealStreetAsia bahkan sempat melaporkan bahwa OVO dikabarkan bakal merger dengan DANA. Sebab, kabarnya OVO akan menjual saham kepada PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) yang juga pemilik saham dompet digital DANA.
Namun Jason enggan menanggapi rumor tersebut. “Kami fokus pada eksekusi dan mengawasi pasar,” kata Jason. (Baca: Lippo Dikabarkan Jual Ovo kepada Emtek, Akan Dimerger dengan DANA?)
Ia menyebutkan, transaksi melalui dompet digital OVO tumbuh 27,7 kali dibanding tahun lalu. Nilai pembayaran juga meningkat 18,5 kali secara tahunan (year on year/yoy). Pengguna aktif bulanan (Month Active Users/MAUs) pun tumbuh 400% yoy.
Menurut dia, ada lima tantangan dalam meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia. Pertama, menarik pengguna untuk mendaftar di dompet digital. Kedua, mendorong mereka untuk mengisi ulang (top up) saldo.
Ketiga, mendorong mereka untuk bertransaksi menggunakan OVO. Keempat dan kelima, membuat mereka mengisi ulang saldo kembali dan memakai layanannya lagi.
Karena itu, menurutnya strategi ‘bakar uang’ dengan memberikan promosi bisa menjadi stimulus untuk menggaet konsumen. “Tetapi tidak berkelanjutan,” kata Jason.
(Baca: Fokus pada Tiga Layanan, OVO Kurangi ‘Bakar Uang’ Tahun Depan)
Ia pun menganalogikan strategi ‘bakar uang’ dengan rumus fisika. “Jika Anda akan memindahkan objek besar, maka harus memiliki energi dalam jumlah besar di awal gerakan. Begitu mendapatkan momentum, maka Anda dapat mengurangi energi itu,” kata dia. Di industri fintech pembayaran, kata dia, energi yang dimaksud berasal dari subsidi.
Jason menegaskan, perusahaannya memiliki peta jalan yang jelas untuk menuju kinerja bisnis keberlanjutan dan profitabilitas. “Kami akan mengurangi (strategi ‘bakar uang’) ini secara signifikan tahun depan,” kata dia.
Ia optimistis, pemain lainnya di industri fintech pembayaran bakal melakukan hal serupa. “Jadi cashback atau promosi lainnya masih penting, tetapi kami harus merasionalisasikannya dan harus ada jalur penurunan subsidi,” katanya.
(Baca: Tak Kuat ‘Bakar Uang’, Bos Lippo Akui Jual Dua Pertiga Saham OVO)