Standardisasi Bunga Fintech agar Nasabah Tak Terbelit Kredit

Katadata/Arief Kamaludin
Suasana pameran Indonesia Fintech Festival and Conference 2016, Tangerang, Banten, Selasa, (30/08).
Penulis: Desy Setyowati
Editor: Pingit Aria
23/8/2018, 19.20 WIB

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mewanti-wanti perusahaan financial technology (fintech) pinjam meminjam agar bunga kredit beserta dendanya tidak membebani peminjam. Untuk itu, Asosiasi Fintech (Aftech) bakal menerapkan standardisasi bunga fintech.

OJK akan dimintai masukan dalam proses pembahasannya. "Akan ada standardisasi untuk fintech lending. Besarannya akan difinalisasi segera," ujar Wakil Ketua Umum Aftech Adrian Gunadi kepada Katadata, Kamis (23/8).

Selain itu, Aftech akan mengumpulkan data besaran bunga di masing-masing fintech lending dalam satu situs sehingga masyarakat akan mudah membandingkannya. "Harapannya satu hingga dua bulan ke depan masyarakat bisa lihat secara realtime di situs Aftech," ujarnya.

Nantinya, fintech lending yang terdaftar di OJK wajib berbagi data besaran bunga yang diterapkan di masing-masing perusahaan. Hanya, Adrian menilai perbandingannya masih akan sulit. Sebab, fintech lending memiliki segmen yang berbeda-beda sehingga besaran bunga dan risikonya berbeda.

(Baca juga: Beda Aturan Fintech dan Industri Keuangan Konvensional).

Ia mencontohkan, fintech yang menyasar Usaha Kecil dan Menengah (UKM) biasanya menerapkan bunga yang lebih rendah dibanding segmen mikro atau konsumsi. Alasannya, UKM memiliki jaminan seperti invoice atau inventori produk. "Tidak bisa disamaratakan. Itu mencakup poin-poin yang general," kata Adrian.

Direktur Kebijakan Publik Aftech Ajisatria Sulaeman menambahkan, sistem untuk transparansi bunga fintech itu masih dikaji. "Mayoritas fintech menggunakan risk based pricing untuk penentuan bunga, sedikit beda dengan perbankan. Untuk komparasinya lebih sulit. Maka, butuh waktu untuk keluar dengan formula komparasi yang tepat," ujarnya.

Sementara itu, Ketua Bidang Pinjaman Cash Loan Aftech Sunu Widyatmoko menyampaikan, transparansi ini penting untuk menghindari predatory lending atau penawaran pinjaman yang menjerumuskan peminjam dalam jeratan utang. Maka, setiap fintech wajib mencantumkan bunga dan denda di setiap situs ataupun aplikasi masing-masing.

"Kami tidak mau ada fintech terapkan bunga dan denda yang tidam transparan di depan," kata dia. "Kami hindari denda seenaknya, yang bertingkat dan berjenjang. Kami larang juga bunga berbunga. Bunga itu harus atas principle."

 (Baca: Disebut Rentenir, Berapa Bunga Kredit Fintech?)

Penyelenggara fintech juga wajib mencantumkan alamat, email, dan nomor telepon untuk pengaduan nasabah. Kebijakan ini pun diatur di dalam kode perilaku (code of conduct) layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi (LPMUBTI) yang dirilis dua pekan lalu. Dengan demikian, ia optimistis industri ini bakal berkembang secara sehat. 

Dewan Penasihat Aftech Rahmat Waluyanto menambahkan, perlindungan konsumen dan stabilitas sistem keuangan adalah hal utama yang perlu diperhatikan. Maka, harus ada antisipasi penyalahgunaan lewat teknologi ataupun banyaknya peminjam yang kesulitan membayar utang. "Hal lain yang perlu dipikirkan Aftech, bagaimana pengurus secara cepat dan tepat (menyikapi) apa yang terjadi di industri," ujarnya.

Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menyampaikan, fintech harus transparan, efisien, dan ada jaminan. Ketiga hal itu secara rutin akan ditinjau oleh OJK. "Apa betul efisien, lebih murah, dan tidak ada abusing pricing. Kalau ada yang melanggar itu nanti kami panggil," ujarnya.