Jerat pinjaman online alias pinjol ilegal terhadap sejumlah masyarakat sampai ke telinga Presiden Joko Widodo. Ia meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan pelaku industri untuk menciptakan ekosistem keuangan digital yang memiliki kebijakan mitigasi risiko dan memberi perlindungan kepada konsumen.
“Saya mendengar masyarakat bawah yang tertipu dan terjerat bunga tinggi oleh pinjaman online ditekan dengan berbagai cara untuk mengembalikan pinjamannya,” kata Jokowi dalam OJK Virtual Innovation Day 2021, Senin (11/10).
Sejak pernyataan Presiden itu, kepolisian lalu bergerak serentak memberantas pinjol ilegal. Berbagai daerah yang terkena penggerebekan adalah Banten, Yogyakarta, hingga Kalimantan Barat. Kemarin, polisi menangkap tujuh tersangka sindikasi pinjaman online ilegal di Jakarta.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri Brigjen Helmy Santika mengatakan, penyelidikan kasus pinjol ilegal mempunyai karakter berbeda sehingga dalam pengungkapannya terkesan lambat.
Bareskrim Polri dan jajaran kepolisian di daerah selama kurun waktu 2020 sampai 2021 sudah menerima 371 laporan polisi terkait pinjol ilegal. Dari jumlah tersebut baru 91 perkara yang terungkap. Perkara yang dalam tahap persidangan baru delapan kasus.
Tujuh tersangka yang diamankan kepolisian merupakan operator yang bertugas sebagai desk collection atau penagih utang dengan menyebar SMS blasting mengandung unsur kesusilaan. “Pelaku yang mendanai dan mementori masih berstatus DPO atau buron yang kini tengah diburu aparat kepolisian,” ujarnya.
Tidak Meminjam Tapi Terkena Teror
Praktik kejahatan ini tak hanya terjadi di masyarakat lapis bawah. Belakangan, kelas menengah hingga selebriti mengalami kejadian serupa. Artis Nafa Urbach dan keluarganya kini menjadi sasaran teror pinjol.
Kepada media, mantan istri aktor Zack Lee ini mengatakan mendapat teror dari nomor-nomor telepon yang tak ia kenal. Penelepon menyebut ada rekan Nafa yang meminjam uang dan menjadikannya sebagai jaminan.
Teror tidak sampai berhenti dari satu nomor saja. Sejumlah nomor silih berganti menghubungi dirinya via aplikasi pesan WhatsApp dan SMS. Nafa pun mencoba menghentikan hal ini dengan memblokir nomor-nomor tersebut.
Eka Kharisma, warga Kabupaten Bandung, Jawa Barat, sempat mengalami hal serupa. Teror pinjol ilegal ia rasakan pada akhir tahun lalu. Ia merasa dijebak ketika dirinya menerima pesan singkat yang menawarkan dana pinjaman dari Dana Ku.
Dalam pesan singkat itu terdapat sebuah tautan. Saat hendak menggeser layar telepon pintarnya, ia tak sengaja mengklik tuatan tersebut dan menyambungkannya kepada sebuah laman pinjaman. Ketika itu, Eka tidak berpikir akan terjadi masalah serius.
Beberapa hari kemudian, ia mendapat pesan masuk melalui aplikasi WhatsApp yang berisi informasi tagihan cicilan pembayaran pinjaman daring. Ada pula klausul denda apabila melewati batas akhir pembayaran.
Dana Ku berdalih telah mentransfer uang Rp 800 ribu ke rekening pribadi Eka. Tentu saja hal tersebut mengagetkan Eka karena dirinya merasa tidak pernah mengajukan pinjaman online.
Saat itu Dana Ku pun meminta pengembalian dana lebih tiga kali lipat dari pinjamannya. Eka diharuskan membayar Rp 2,5 juta. Selain utang pokok, ada pula denda keterlambatan pembayaran sebesar Rp 1,7 juta.
Tak merasa meminjam, Eka mengabaikan pesan tersebut. Di sinilah serangan teror datang. “Dana Ku menghubungi pihak keluarga hingga tetangga saya,” katanya.
Isi pesan yang masuk melalui WhatsApp tak hanya meminta pertanggungjawaban tapi juga menuduh Eka sebagai pencuri. Tentu saja hal ini membuatnya stres dan malu. Bahkan ia sempat cek-cok dengan istrinya karena teror pinjol ilegal tersebut.
Karena tidak tahan dengan serangan itu, Eka akhirnya melaporkan kejadian ini ke Polsek Soreang. Sebelumnya, ia juga telah melakukan hal serupa ke OJK Jawa Barat.
Denda Selangit dari Pinjol Ilegal
Pengalaman terjebak pinjol ilegal pun Rijal FR rasakan. Teror bertubi-tubi plus denda yang membesar membuatnya memutuskan pindah rumah dari Bandung ke kawasan desa terpencil di Cianjur.
Rijal memang mengajukan pinjaman online. Ia mengaku melakukannya karena syarat pinjaman yang mudah dan tanpa jaminan. Cukup dengan memberikan informasi identitasnya pada kartu tanda penduduk (KTP).
Pinjaman yang ia ajukan secara nominal hanya Rp 1 juta hingga Rp 2 juta. Namun, karena dirinya telat membayar, utang ini menggunung hingga Rp 30 juta dari tujuh pinjol.
Kengerian ia rasakan ketika mengetahui pinjaman Rp 1 juta ternyata memiliki denda Rp 100 ribu per hari apabila telat membayar. Beberapa kali rumahnya pun kerap didatangi sejumlah orang perwakilan pinjol.
Hal ini membuatnya tertekan secara mental. Ia berpesan kepada warga lainnya untuk tidak pernah berurusan atau meminjam uang dengan pinjol ilegal meskipun keadaannya terdesak.