Jelang Ramadan, Gagal Bayar Utang Pinjol di Indonesia Rp 1,8 Triliun

ANTARA FOTO/Didik Suhartono/hp.
Sejumlah anak membaca bersama di dekat dinding bermural di kawasan Tempurejo, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (7/9/2021).
Penulis: Lenny Septiani
2/4/2024, 15.01 WIB

Gagal bayar tepat waktu utang pinjol melonjak pada Februari atau menjelang Ramadan. Industri teknologi finansial pembiayaan atau fintech lending pun merugi.

Kredit macet atau tingkat wanprestasi lebih dari 90 hari yang biasa disebut TWP 90 pinjol naik dari Rp 1,78 triliun pada Januari menjadi Rp 1,8 triliun pada Februari. Persentasenya 2,95% dari total pinjaman.

Pinjaman yang masih berjalan di platform pinjol naik 21,98% secara tahunan alias year on year (yoy) menjadi Rp 61,1 triliun pada Februari.

“TWP 90 tetap terjaga di 2,95%,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Agusman dalam Konferensi Pers Asesmen Sektor Jasa Keuangan & Kebijakan OJK Hasil RDK Bulanan Maret 2024 secara virtual, Selasa (2/4).

Namun industri fintech lending atau pinjol merugi Rp 135,61 miliar pada Januari 2024. Padahal bisnis pinjaman online ini mencatatkan laba Rp 4,43 triliun sepanjang 2023. 

Berdasarkan data Statistik P2P Lending Periode Januari 2024 Otoritas Jasa Keuangan atau OJK, industri pinjol mencatatkan laba setiap bulan selama tahun lalu. Laba terkecil pada 2023 yakni Januari Rp 40,58 miliar dan tertinggi pada November Rp 608,21 miliar.

Rasio profitabilitas atau rasio laba terhadap total aset (ROA) industri pinjol turun  1,93%. Rasio laba bersih terhadap total ekuitas (ROE) menurun 3,76%. 

Sementara itu, rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) naik dari Desember 2023 89,75% menjadi 95,87% pada Januari 2024. BOPO sepanjang tahun lalu stabil di kisaran 86,7% - 89,75%.

Total ada 101 pinjol yang memiliki izin OJK. Sebanyak tujuh di antaranya syariah.

Total aset 101 pinjol tersebut Rp 7,03 triliun, dengan liabilitas Rp 3,43 triliun dan ekuitas Rp 3,6 triliun.

Reporter: Lenny Septiani