Pemerintah India mengidentifikasi tujuh perusahaan yang diduga berhubungan dengan Tentara Pembebasan Rakyat (The People's Liberation Army/PLA) Tiongkok. Beberapa di antaranya Huawei, Tencent, dan Alibaba.

"Kami memusatkan perhatian pada beberapa perusahaan yang memiliki hubungan dengan tentara Tiongkok," kata seorang sumber yang mengetahui catatan internal pemerintah India dikutip dari The Economic Times, Minggu (19/7). "Tetapi tindakan apa yang akan diambil belum diputuskan."

Perusahaan lain yang diidentifikasi yakni Xindia Steels Ltd, Xinxing Cathay International Group, China Electronics Technology Group Corporation, dan SAIC Motor Corporation Limited. (Baca: India Blokir 59 Aplikasi Asal Tiongkok, Termasuk TikTok dan WeChat)

Ketujuh perusahaan itu dianggap melakukan kebijakan fusi militer-sipil dan memberi dukungan kepada militer Tiongkok. Hal ini terkait pertahanan negara. 

Identifikasi tersebut merupakan tindak lanjut dari langkah pemerintah India yang memblokir 59 aplikasi asal Tiongkok. Larangan ini disebut-sebut sebagai akibat dari konflik kedua negara di perbatasan.

Proses identifikasi itu didorong oleh Komisi Tinjauan Ekonomi dan Keamanan Amerika Serikat (AS)-Tiongkok. Komisi kongres AS ini menyatakan, kebijakan fusi militer-sipil bisa dijalankan dengan investasi modal ventura.

"Itu menimbulkan tanda tanya langsung pada investasi modal ventura Tiongkok di India, termasuk nama-nama besar seperti Alibaba dan Tencent," kata pemerintah India. (Baca: Pesaing TikTok di India Janji Tak Akan Terima Investasi dari Tiongkok)

Namun, Alibaba berinvestasi pada startup populer seperti PayTM, Zomato, Big basket, Snapdeal, dan Xpressbees di India. Tencent bahkan mengeluarkan dana US$ 400 juta di startup India Ola Cabs dan US$ 700 juta di Flipkart.

Sedangkan AS telah menyusun daftar 20 perusahaan yang dianggap memiliki atau dikendalikan oleh militer Tiongkok, pada bulan lalu. Pemerintah AS diperkirakan memberikan sanksi tambahan kepada koporasi itu, salah satunya Huawei.

Huawei didirikan oleh Ren Zhengfei, yang juga mantan wakil direktur di korps teknik PLA. Perusahaan asal Negeri Panda ini pun masuk daftar hitam (blacklist) terkait perdagangan AS sejak awal tahun lalu.

(Baca: Inggris Bantah Larang Huawei Kembangkan 5G Karena Tekanan Trump)

Kini, teknologi jaringan generasi kelima (5G) Huawei ditolak di beberapa negara seperti Jepang, Inggris, dan Australia. Teknologinya dianggap membahayakan keamanan negara pengguna.

Pemerintah AS pun mendesak negara-negara di Eropa untuk membendung masuknya Huawei tekait pengembangan 5G. Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengklaim, Eropa telah menyadari ancaman pengembangan teknologi 5G Huawei. 

"Kesepakatan Huawei dengan operator telekomunikasi di seluruh dunia menguap, karena negara hanya mengizinkan vendor tepercaya," katanya dikutip dari The Guardian, beberapa waktu lalu (13/7).

Alibaba, Tencent dan Baidu pun kini masuk daftar perusahaan yang disorot AS. Sebab, perusahaan ini menjalankan fusi militer-sipil Tiongkok dan proyek-proyek intelijen buatan.

(Baca: Blokir 59 Aplikasi, India Tetap Tinjau 50 Proposal Investasi Tiongkok)

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan