Perusahaan teknologi asal Tiongkok, Alibaba Cloud mencatatkan pertumbuhan pendapatan 60% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi 14,8 miliar yuan atau US$ 2,1 miliar (Rp 29,9 triliun) pada kuartal III. Pertumbuhannya melampaui Amazon Web Services (AWS) dan Microsoft Azure.
Dikutip dari CNBC Internasional, pendapatan AWS tumbuh 29% yoy menjadi US$ 11,6 miliar pada kuartal III. Sedangkan Microsoft Azure tumbuh 48% yoy menjadi US$ 13 miliar.
Chairman dan Chief Executive Officer Alibaba Group Daniel Zhang mengatakan, tingginya pertumbuhan pendapatan ditopang oleh bisnis klien di sektor digital, keuangan, dan retail yang membaik. "Alibaba tetap kuat pada kuartal ini," katanya dikutip dari siaran pers, Jumat (6/11).
Pada kuartal III, bisnis komputasi awan (cloud) Alibaba merugi 3,79 miliar yuan atau meningkat dibandingkan periode sama tahun lalu 1,92 miliar yuan. Sedangkan rugi laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA) berkurang dari 521 juta yuan menjadi 156 juta yuan. Selisih EBITA negatif menjadi 1%.
"Atas dasar itu kami pasti berharap melihat profit di dua kuartal berikutnya," kata Chief Financial Officer Alibaba Maggie Wu. Ia menilai, bisnis cloud kemungkinan besar meraih untung untuk pertama kalinya pada tahun fiskal ini atau sepanjang April 2020 hingga akhir Maret 2021.
Anak usaha Alibaba Group Holding itu akan berfokus pada tiga mesin bisnis untuk mendongkrak pendapatan jangka panjang. Ketiganya yakni konsumsi domestik, cloud, dan globalisasi. “Untuk secara efektif menangkap peluang dari perubahan yang berlangsung terhadap permintaan konsumen," katanya.
Alibaba Group pun berinvestasi US$ 28 miliar atau sekitar Rp 435 triliun untuk pengembangan semikonduktor dan sistem operasi. Selain itu, membangun infrastruktur pusat data.
Permintaan layanan cloud di Alibaba memang meningkat dua kali lipat saat pandemi corona. Raksasa teknologi ini menilai, banyak perusahaan mendigitalisasikan bisnis selama masa pagebluk Covid-19.
President of Alibaba Cloud Database Products Business Feifei Li mengatakan, klien memanfaatkan teknologi cloud untuk mengelola atau memanfaatkan basis data. Biasanya, ini bertujuan mempermudah pengelolaan, analisis, dan menjaga keamanan data.
Berdasarkan laporan Gartner, 75% basis data perusahaan global diperkirakan masuk cakupan komputasi awan pada 2023. "Masa depan terletak pada teknologi basis data," kata Li dikutip dari siaran pers, September lalu (29/9).
Apalagi data Statista menunjukkan, pengeluaran perusahaan untuk infrastuktur teknologi informasi (IT) diprediksi meningkat 3,8% tahun ini karena pandemi virus corona. Cloud menjadi salah satu yang diandalkan.
Berdasarkan data dari Gartner, Alibaba Cloud menduduki peringkat ketiga sebagai penyedia layanan cloud publik paling besar secara global. Sedangkan di Asia Pasifik, Alibaba Cloud menduduki peringkat pertama.
Sedangkan data IDC pada Juli, Alibaba Cloud merupakan penyedia layanan cloud publik terbesar di Tiongkok. Ini diukur dari pangsa pasar Infrastructure as a Service (IaaS) dan Platform as a Service (PaaS) pada kuartal I.
Namun Alibaba kalah saing dengan Amazon dan Microsoft secara global. Berdasarkan data Statista, Amazon Web Services menguasai sekitar 33% pasar.
Sedangkan Microsoft memiliki 18% dan Google 9% pangsa pasar. Sisanya mencakup Alibaba, IBM, dan perusahaan penyedia layanan cloud lainnya.