Perusahaan asal Tiongkok, Huawei dikabarkan mengurangi produksi ponsel pintar (smartphone) lebih dari 60% karena tertekan sanksi Amerika Serikat (AS). Raksasa teknologi ini pun berfokus pada bisnis komputasi awan (cloud), kecerdasan buatan alias artificial intelligence (AI), dan mengembangkan solusi pintar untuk peternakan babi.

Presiden lini bisnis mesin Huawei Duan Aijun mengumumkan pengembangan teknologi untuk peternakan babi itu melalui Weibo. Huawei akan memodernisasi peternakan dengan pengenalan wajah berbasis AI, guna mendeteksi penyakit dan melacak lokasi hewan ternak.

Teknologi Huawei juga dapat digunakan untuk memantau berat badan dan kesehatan babi. "Peternakan babi merupakan contoh lain bagaimana kami merevitalisasi beberapa industri tradisional dengan teknologi guna menciptakan nilai lebih di era 5G," kata juru bicara Huawei dikutip dari BBC Internasional, akhir pekan lalu (19/2).

Huawei mengatakan, pengembang teknologi pada peternakan babi potensinya besar. Sebab, separuh dari total babi yang diternak di dunia berada di Tiongkok.

Namun, Huawei akan bersaing dengan Alibaba dan JD.com yang lebih dulu bekerja sama dengan peternak babi di Tiongkok dalam menghadirkan teknologi baru.

Selain itu, Huawei berfokus pada bisnis cloud dan AI tahun ini. Pada akhir tahun lalu, pendiri Huawei Ren Zhengfei mengatakan kepada para staf bahwa cloud akan menjadi prioritas perusahaaan pada 2021. 

Namun, ia menegaskan bahwa langkah itu bukan untuk menyaingi Alibaba, Microsoft maupun Amazon. Ini bertujuan mengurangi skala tekanan.

"Tidak mungkin bagi kami untuk mengikuti jalur yang sama seperti keduanya (Alibaba dan Amazon). Mereka memiliki akses atas uang tak terbatas di pasar saham AS," kata Ren dikutip dari South China Morning Post, Januari lalu (3/1).

Berdasarkan data Statista, Amazon menguasai sekitar 33% pada kuartal II 2020 dan stabil sejak 2017. Sedangkan Microsoft meraup 18%.

Meski begitu, Ren menyatakan bahwa perusahaan harus belajar dari kesuksesan Amazon dan Microsoft. Oleh karena itu, Huawei akan mencari peruntungan dengan mengamankan segmen dan industri besar sebagai klien cloud.

Huawei juga gencar mengembangkan teknologi AI. Pengembangan dilakukan mengacu pada keperluan umum berdasarkan standar industri.

“Pengembangan sistem etika dan tata kelola seputar teknologi yang muncul harus dilakukan melalui proses yang penuh kesadaran,” ujar juru bicara Huawei akhir tahun lalu (14/12/2020).

Pengembangan layanan cloud, AI, dan teknologi untuk peternakan babi dilakukan oleh Huawei di tengah merosotnya penjualan ponsel imbas sanksi AS dan pandemi corona. Data Counterpoint menunjukkan bahwa pengiriman ponsel Huawei turun 41% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi 33 juta pada kuartal IV 2020.

Jumlah tersebut di bawah Xiaomi (43 juta), OPPO (34 juta), dan Vivo (33 juta). "Jumlah pengiriman ponsel Huawei secara dramatis surut di sebagian besar pasar sebagai akibat dari sanksi AS," kata analis di Canalys Research Amber Liu laporan, dikutip dari CNBC Internasional, Januari lalu (28/1).

Lembaga riset TrendForce pun memperkirakan, pangsa pasar smartphone Huawei turun ke posisi ketujuh pada 2021. Ini artinya raksasa teknologi Tiongkok itu diprediksi kalah dari Samsung, Apple, Xiaomi, OPPO, Vivo, dan Realme. 

"Keenam produsen ponsel itu diramal menguasai 80% pangsa pasar secara global pada 2021," demikian isi laporan, dikutip dari South China Morning Post, Januari lalu (5/1).

Huawei masuk daftar hitam (blacklist) perdagangan AS sejak Mei 2019. Pemerintah Negeri Paman Sam melarang korporasi bekerja sama dengan Huawei, tanpa izin.

Alhasil, Google tidak dapat bermitra dengan Huawei. Perangkat Huawei pun tidak didukung sistem operasi (operating system/OS) Android maupun Google Mobile Services (GMS) seperti Gmail, YouTube, dan lainnya.

AS juga memblokir 152 afiliasi semikonduktor Huawei per Agustus 2020. Huawei pun kesulitan mendapatkan komponen untuk bisnis smartphone-nya. Perusahaan juga terpaksa menyetop produksi cip, termasuk prosesor andalannya Kirin sejak September tahun lalu.

Imbas kondisi tersebut, Huawei disebut-sebut memangkas produksi smartphone lebih dari 60% tahun ini. Sumber di pemasok mengatakan, raksasa teknologi itu berencana hanya memesan komponen untuk 70 juta hingga 80 unit. Jumlahnya jauh lebih rendah dibandingkan tahun lalu yang mencapai sekitar 189 juta.

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan