Rawan Penipuan, Kominfo Larang Operator Jual SIM Card Daur Ulang

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/aww.
Warga membeli pulsa telepon seluler di salah satu toko di Jakarta, Sabtu (30/1/2021). Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 06/PMK.03/2021 tidak berdampak dengan adanya pungutan baru untuk pulsa, voucer, dan token listrik, tetapi hanya bertujuan menyederhakan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) guna memberikan kepastian hukum.
8/7/2021, 16.55 WIB

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) melarang operator seluler hingga distributor menjual kartu perdana atau kartu SIM dalam keadaan sudah aktif. Konsepnya mirip daur ulang, di mana kartu-kartu yang sudah digunakan pemilik sebelumnya, ditawarkan ke pihak lain. Adapun larangan dibuat agar pengguna baru tidak memanfaatkan kartu SIM aktif untuk tindakan ilegal.

Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Kominfo, Ahmad M. Ramli mengatakan, larangan sudah tertuang dalam Peraturan Menteri Kominfo Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi dan sudah berlaku sejak April lalu. 

Dalam beleid disebutkan penyelenggara jasa telekomunikasi wajib mengedarkan kartu perdana dalam keadaan tidak aktif. Aturan tersebut berlaku untuk semua layanan jasa telekomunikasi, termasuk distributor, agen, outlet, pelapak, atau pun perorangan.

Selain itu, aturan baru juga menjelaskan bahwa setiap pengguna kartu SIM wajib melakukan registrasi. Ramli mengatakan, aturan itu dibuat agar kartu SIM tidak disalahgunakan. Pengguna juga tidak bisa memanfaatkan identitas palsu untuk registrasi tanpa hak dan tidak benar.

"Aturan ini dibuat agar operator sampai ke tingkat penjual kartu mematuhi. Dengan melaksanakan registrasi secara benar, dan tidak menjual kartu dalam keadaan aktif," kata Ramli dalam siaran pers, Kamis (8/7).

Ramli menambahkan, penjualan kartu SIM dengan keadaan aktif berisiko disalahgunakan, baik untuk penipuan, kejahatan dan lain-lainnya. Apalagi, jumlah kartu SIM aktif saat ini sangat besar, yakni mencapai 345,3 juta secara nasional.

"Ini melebihi jumlah penduduk, karena kami tahu bahwa seseorang bisa memiliki lebih dari satu nomor. Jadi, kalau melihat ini, maka kami juga bergerak lagi," katanya.

Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Zudan Arif Fakrulloh mengatakan, pembelian kartu SIM yang secara resmi umumnya dalam kondisi tidak aktif. Saat ingin digunaka, pemilik kartu akan diminta registrasi menggunakan data pribadi. Itu akan membantu pemerintah dalam membangun Single Identity Number (SIN). Nantinya, data tersebut menjadi referensi menjalankan berbagai verifikasi secara digital.

“Termasuk untuk kemudahan dalam berkomunikasi sosial, berkomunikasi dalam transaksi ekonomi,” ujar Zudan.

Sebelumnya, kejadian penyalahgunaan kartu SIM kerap terjadi. Tahun lalu misalnya, terjadi pembobolan kartu SIM yang menimpa wartawan senior Ilham Bintang. Melalui akun Facebook-nya, Ilham bercerita bahwa ada seorang pria datang ke gerai operator seluler Indosat di Bintaro Jaya Xchange mengaku sebagai dirinya. Padahal, ia sedang berlibur di Australia.

Pria itu meminta untuk mengganti kartu SIM. Permintaan itu dipenuhi oleh pegawai Indosat. Alhasil, ia mendapati nomor ponselnya tidak bisa digunakan pada hari berikutnya.

Ia kemudian menyadari kartu SIM-nya itu dibobol. Kemudian, kartu SIM itu dimanfaatkan oleh pelaku untuk menggasak uang Ilham di rekingnya. Pelaku juga bisa mengakses akun layanan digital hingga email, karena mendapat kode One Time Password (OTP).

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan