Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memastikan ponsel ilegal yang telah beredar sebelum berlakunya aturan International Mobile Equipment Identity (IMEI) masih bisa digunakan. Pemerintah tengah mengkaji beberapa opsi untuk ponsel-ponsel ilegal stok pedagang kecil maupun yang dibawa warga negara Indonesia (WNI) dari luar negeri (hand carry).
Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Dirjen SDPPI) Kominfo Ismail mengatakan pedagang kecil yang memiliki stok ponsel belum laku terjual, melaporkannya kepada Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terlebih dahulu. Nantinya, pemerintah akan membuatkan platform aplikasi khusus sebagai media pelaporan tersebut.
"(Pedagang) diberi kesempatan melapor. Mereka juga bisa mengecek terlebih dahulu stoknya apakah IMEI-nya sudah terdaftar atau belum," ujar Ismail saat konferensi pers di kantornya, Jumat (12/7).
(Baca: Kominfo Siapkan Tujuh Hal Sebelum Berlakukan Aturan IMEI)
Opsi lainnya, pemerintah menerapkan pungutan untuk setiap ponsel ilegal. Jadi, pemerintah bisa saja memberikan izin penjualan bagi ponsel yang tidak memiliki IMEI dengan syarat harus membayar pajak. "Kami juga sedang memikirkan bagaimana cara bayarnya (pajak) untuk memudahkan para pedagang kecil. Atau mungkin tidak usah dibayarkan namun dilaporkan saja, itu masih kami diskusikan," ujarnya.
Beberapa opsi itu telah dipertimbangkan oleh pemerintah agar nantinya aturan IMEI tidak merugikan toko-toko ponsel di Indonesia, khususnya para pedagang kecil di wilayah perkampungan.
Hal ini akan masuk dalam aturan IMEI yang sedang digodok oleh tiga kementerian, yakni Kominfo, Kemenperin, dan Kementerian Perdagangan (Kemendag). Targetnya aturan ini akan ditandatangani pada 17 Agustus 2019. Ia berharap, keputusan mengenai opsi itu bisa rampung sebelum penandatanganan aturan tersebut.
(Baca: Ada Aturan IMEI Khusus untuk Ponsel Warga Negara Asing)
Untuk ponsel ilegal yang dibawa WNI dari luar negeri (tidak untuk diperdagangkan) juga akan diterapkan opsi serupa. Namun, hal ini juga masih dalam tahap pendiskusian di tingkat pemerintah. Menurutnya, bisa saja ponsel tersebut dilaporkan saja melalui platfrom aplikasi dan kemudian dibayarkan pajak tertentu.
"Atau mungkin ponsel tidak akan dibolehkan (untuk digunakan), artinya walaupun dia membawa ponsel itu tidak akan bisa dipakai. Nah, ini masih dipertimbangkan plus dan minusnya," ujarnya.
Ia menjelaskan, dengan lima input data dari sistem informasi basis data IMEI nasional (SIBINA) nantinya seluruh ponsel yang beredar, baik yang sudah digunakan atau belum, masih memungkinkan dipakai. Pasalnya, aturan IMEI berlaku ke depan, tidak berlaku ke belakang. "Kami ingin bersihkan istilah pemutihan. Karena aturannya (IMEI) berlakunya ke depan," ujarnya.
(Baca: Kemenperin: 10 Juta Ponsel Ilegal Masuk Indonesia Tiap Tahun)