Tips Mengenali Bencana dan Antisipasinya Saat Mudik Lebaran

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Ketua Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho membuka pernyataan mengenai perkembangan jumlah korban tsunami di Anyer, Banten, Jawa Barat (26/12). Data sementara (26/12) jumlah korban meninggal dunia ada 430 jiwa, 1495 luka luka, 159 orang hilang, 21991 orang mengungsi.
31/5/2019, 20.56 WIB

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengimbau masyarakat mengantisipasi bencana alam yang mungkin terjadi pada mudik Lebaran 2019. Untuk itu perlu mempersiapkan diri agar lebih waspada dengan mengenali berbagai risiko, serta melakukan pencegahan maupun penanggulangan.

Untuk Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB Wisnu Widjadja mengingatkan masyarakat mewaspadai dan memahami berbagai potensi yang terjadi di lokasi liburan atau mudik Lebaran. “Perlu mengenali risiko suatu lokasi yang baru dikunjungi,” kata Wisnu di kantornya, Jumat (31/5).

Salah satu cara pengenalan itu menggunakan portal kajian risiko ancaman bencana InaRisk, di mana pengguna dapat mengenali lebih jauh ancaman bencana di suatu wilayah. Jika mengetahui suatu wilayah berpotensi muncul bencana alam seperti tsumani, masyarakat diimbau tidak panik dan langsung membatalkan rencana perjalanannya.

Menurut Wisnu, prediksi bencana tersebut belum tentu terjadi. Hanya, masyarakat harus tetap waspada. Misalnya, ketika berada di wilayah rawan tsunami, masyarakat sebaiknya menghindari kamar penginapan di lantai dasar. Sebab, rata-rata tinggi tsunami adalah sekitar tiga sampai lima meter. “Jadi lebih baik cari penginapan yang lebih dari lima meter. Masyarakat bisa mengambil kamar di lantai tiga ke atas,” ujarnya.

Selain itu, masyarakat perlu lebih mengenali bagaimana tsunami, gempa bumi, atau bencana alam lainnya terjadi. Tsunami, misalnya, dapat terjadi apabila ada gempa besar yang berasal dari tengah laut.

(Baca: Gempa 6,9 SR Guncang Sulawesi Tengah, BMKG Beri Peringatan Tsunami)

Yang perlu diwaspadai dari gempa tak hanya besaran dari goncangannya, juga dari durasinya. Jika masyarakat merasakan gempa yang cukup lama yakni 20 hingga 30 detik, gempa itu berpotensi menimbulkan tsunami.

“Selanjutnya, yang harus dilakukan adalah mencari tempat yang setinggi mungkin. Itu kiat yang sederhana,” ujarnya. Hanya, wisnu mengatakan bahwa masyarakat tidak perlu menunggu berapa lama durasi gempa. Ketika gempa terjadi, mereka harus langsung menyelamatkan diri dengan mencari tempat yang tinggi untuk berlindung.

Dalam mengantisipasi bencana gempa bumi, masyarakat perlu menjaga bagian paling vital dalam tubuh, yakni kepala. “Apa pun yang terjadi, Anda harus melindungi kepala Anda terlebih dahulu. Jika Anda berada di daerah tsunami, harus lari ke daerah yang tinggi,” ujarnya.

Langkah selanjutnya setelah menyelamatkan diri adalah mencari informasi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengenai bencana apa yang terjadi. Menurut Wisnu, rata-rata tsunami di Indonesia terjadi di wilayah selatan Jawa. Sedangkan, rata-rata gempa bumi terjadi di wilayah barat Sumatera.

Untuk mengantisipasi di wilayah pariwisata juga penting mengetahui kondisi cuaca di wilayah setempat dari BMKG, khususnya di daerah dekat sungai. Wilayah yang berada di bagian atas biasanya memiliki curah hujan yang cukup tinggi sehingga berpotensi terjadi banjir bandang. Salah satu indikasinya saat warna air sungai berubah menjadi keruh.

(Baca: Titik Rawan Gempa di Indonesia Melonjak Selama Tujuh Tahun Terakhir)

Sikap waspada ini menjadi hal penting untuk mengenali berbagai ancaman bencana di suatu wilayah khususnya yang baru dikunjungi oleh masyarakat. Bsosialisasi dengan warga setempat juga penting untuk mengetahui potensi bencana yang sering atau mungkin terjadi di wilayah tersebut.

Untuk mengakses informasi terkait bencana lewat inarisk dengan mengunduh aplikasinya di Andorid dan iOS, atau dapat mengunjungi situs http://inarisk.bnpb.go.id/. Aplikasi yang dirilis oleh BNPB ini juga memberi informasi soal langkah mitigasi bencana maupun bertindak ketika bencana terjadi.