Kemenhub Rilis Aturan Ojek Online, Belum Mencakup Tarif Layanan

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Pengemudi ojek daring yang tergabung dalam Gabungan Aksi Roda Dua Indonesia atau Garda melakukan aksi di seberang Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (27/3).
Penulis: Desy Setyowati
19/3/2019, 13.51 WIB

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) baru saja merilis Peraturan Menteri Hubungan (Permenhub) tentang ojek online pada hari ini (19/3). Namun, aturan itu belum memuat tentang tarif ojek online. Kemenhub menargetkan, ketentuan terkait tarif ojek online ini dirilis paling lambat akhir pekan ini.

Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setyadi mengatakan, ketetapan perihal tarif ojek online bakal tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Menteri. “Sore ini paling cepat dirilis. Paling lambat Jumat (22/3),” ujar dia di kantornya, Jakarta, Selasa (19/3).

(Baca: Tarif Bakal Dibatasi, Gojek Siapkan ‘Bonus’ untuk Mitra Pengemudi)

Ada dua pertimbangan Kemenhub dalam menyusun tarif ojek online, yakni biaya langsung dan tidak langsung. Biaya langsung adalah pengeluaran pengemudi ojek online sehari-hari, seperti bensin. Sedangkan yang tidak langsung meliputi pungutan aplikator, seperti Gojek dan Grab. Biasanya, biaya tidak langsung ini sebesar 20% dari nilai transaksi.

Besaran tarif ojek online dibagi dalam tiga wilayah. Namun, besaran tarif ojek online di ketiga wilayah ini diatur seluruhnya oleh Kemenhub. “Ini karena setiap daerah punya persepsi masing-masing mengenai tarif ojek online,” kata dia.

(Baca: Kemenhub Libatkan Pemda, DPR, dan MA untuk Kaji Tarif Ojek Online)

Untuk menentukan tarif ojek online, Kemenhub melibatkan Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Mahkamah Agung (MA), Pemerintah Daerah (Pemda), dan lembaga terkait perlindungan konsumen. Nantinya, tarif ojek online bakal dievaluasi setiap tiga bulan sekali guna menyesuaikan dengan perkembangan ekonomi.

Berdasarkan diskusi itu pula, Kemenhub tetap mengatur batas atas dan bawah tarif ojek online. Padahal, aplikator usul agar batas atas tarif ojek online tidak diatur supaya mereka bisa memberikan penghasilan tambahan bagi mitranya. Penghasilan tambahan itu biasanya diberikan aplikator ketika permintaan tinggi tetapi suplainya sedikit, seperti ketika hujan, jam pulang kerja, atau tengah malam.

(Baca: KPPU Belum Temukan Pelanggaran dalam Perang Harga Gojek dan Grab)

Asosiasi Ojek Online Ancam Unjuk Rasa

Sejalan dengan telah terbitnya Permenhub Nomor 12 Tahun 2019 tentang perlindungan keselamatan pengguna sepeda motor yang digunakan untuk kepentingan masyarakat, Kemenhub bertemu lagi dengan Tim 10 pada pagi hari ini (19/3). Tim 10 merupakan perwakilan dari komunitas ojek online di Indonesia.

(Baca: Kenaikan Tarif Ojek Online Berpotensi Memangkas Pertumbuhan Ekonomi)

Pertemuan itu membahas soal Permenhub tentang ojek online tersebut. Namun diselingi juga pembahasan tentang tarif ojek online. Dari hasil pertemuan itu, Budi mengatakan bahwa asosiasi ojek online tidak akan melakukan unjuk rasa terkait aturan maupun tarif ojek online.

Padahal, Gabungan Aksi Roda Dua (Garda) Indonesia berkukuh agar tarif ojek online sebesar Rp 3.000 per kilometer (km) gross atau sebelum dihitung pungutan aplikator. Sementara Kemenhub usul agar tarif ojek online di kisaran Rp 2.000 per km.

Sebelumnya, Garda pun mengancam akan berunjuk rasa apabila tuntutannya itu tidak dipenuhi. “Tidak akan ada demo. Saya sudah ketemu kok dengan mereka,” ujarnya.

Akan tetapi, ojek online di bawah naungan Front Driver Online Tolak Aplikasi Nakal (Frontal) berunjuk rasa di Surabaya, Jawa Timur, pada hari ini (19/3). Salah satu tuntutan yang dikemukakan oleh mereka adalah tarif ojek online. Namun, Budi berkilah bahwa unjuk rasa itu terkait aplikator yang dinilai melakukan kecurangan dalam operasionalnya.

Reporter: Cindy Mutia Annur