Wacana kenaikan tarif ojek online dinilai akan membuat masyarakat beralih kembali ke kendaraan pribadi. Hal itu terungkap dalam Research Institute of Socio-Economic Development (RISED) yang melibatkan 2.001 pengguna ojek online di 10 provinsi.
Ketua Tim Peneliti RISED Rumayya Batubara mengatakan, konsumen sangat sensitif terhadap segala kemungkinan peningkatan tarif. “Kenaikan tarif ojek online berpotensi menurunkan permintaan konsumen hingga 71,12%,” kata Rumayya Batubara di Jakarta, Senin (11/2).
Hasil survei juga menyebutkan 45,83% responden menyatakan tarif ojek online yang ada saat ini sudah sesuai. Bahkan 28% responden lainnya mengaku bahwa tarif ojek online saat ini sudah mahal dan sangat mahal.
Jika memang ada kenaikan, sebanyak 48,13% responden hanya mau mengeluarkan biaya tambahan kurang dari Rp 5.000 per hari. Ada juga sebanyak 23% responden yang tidak ingin mengeluarkan biaya tambahan sama sekali.
(Baca: Kenaikan Tarif Ojek Online Berpotensi Memangkas Pertumbuhan Ekonomi)
Dari hasil survei yang dilakukan RISED diketahui bahwa jarak tempuh rata-rata konsumen adalah 8,8 km per hari. Dengan jarak tempuh sejauh itu, apabila terjadi kenaikan tarif dari Rp 2.200 per kilometer menjadi Rp 3.100 per kilometer, maka pengeluaran konsumen akan bertambah sebesar Rp 7.920 per hari.
“Bertambahnya pengeluaran sebesar itu akan ditolak oleh kelompok konsumen yang tidak mau mengeluarkan biaya tambahan sama sekali, dan yang hanya ingin mengeluarkan biaya tambahan kurang dari Rp 5.000 per hari,” ujar Rumayya.
Mantan Ketua YLKI & Mantan Komisioner Komnas HAM Zumrotin K. Susilo menyatakan, tarif memang selalu menjadi pertimbangan penting konsumen dalam menggunakan layanan atau produk. Itu terlihat dari hasil survei yang dilakukan RISED bahwa 64% responden mengaku menggunakan aplikasi dari dua perusahaan aplikasi ojek online.
Oleh karena itu, menurutnya kebijakan yang mempengaruhi harga sebaiknya dilakukan secara hati-hati sehingga tidak mengganggu stabilitas pasar secara menyeluruh. “Seluruh pemangku kepentingan harus diperhitungkan dalam proses perumusan regulasi, karena konsumen yang akan terdampak secara signifikan.” ujarnya.
(Baca: Gojek Gandeng Garuda Indonesia untuk Perkuat Layanan Logistik)
Fakta menarik lain yang ditemukan dalam survei ini yakni ada 8,85% responden tidak pernah kembali menggunakan kendaraan pribadi setelah adanya ojek online. Sementara 72,52% responden masih menggunakan kendaraan pribadi, namun frekuensinya hanya 1-10 kali per minggu.
“Jika tarif ojek online naik drastis, ada kemungkinan konsumen akan kembali beralih ke kendaraan pribadi, sehingga frekuensi penggunaan kendaraan pribadi di jalanan akan semakin tinggi,” kata Zumrotin.