Ombudsman Dorong Google Dkk Ikut Danai Infrastruktur Telekomunikasi

Donang Wahyu|KATADATA
Petani mencoba koneksi internet menggunakan wifi di tengah persawahan di desa Melung, kecamatan Kedung Banteng, Banyumas, Jawa Tengah.
Penulis: Desy Setyowati
Editor: Pingit Aria
28/12/2018, 05.00 WIB

Ombudsman dan Lembaga Pengembangan Pemberdayaan Masyarakat Informasi Indonesia (LPPMII) mendorong perusahaan digital raksasa ikut mendanai pembangunan infrastruktur telekomunikasi di Indonesia. Selama ini, hanya perusahaan telekomunikasi lokal yang berkontribusi.

Ketua LPPMII Kamilov Sagala menyampaikan, perusahaan-perusahaan Over the Top (OTT) internasional seperti Google dan Facebook maupun nasional seperti Gojek mendulang untung dari pasar Indonesia. Sementara, kehadiran mereka membuat keuntungan perusahaan telekomunikasi nasional menurun.

Ia mencontohkan, karena masyarakat menggunakan aplikasi Whatsapp, maka layanan SMS ataupun telepon menurun. Maka, wajar bila OTT dilibatkan dalam pembangunan infrastruktur telekomunikasi di Tanah Air.

"Seharusnya OTT dipajaki. Pajaknya bisa dipakai oleh Badan Aksesbilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI)," kata Kamilov saat diskusi bertajuk 'Merdeka Sinyal 100 Persen dan Menyongsong Industrialisasi 4.O' di Jakarta, Kamis (27/12).

(Baca: Pembangunan 5 Ribu BTS di Wilayah Terluar Terganjal Masalah Biaya)

Anggota Ombudsman RI Alamsyah Saragih pun sependapat. "Negara lain berjibaku membatasi OTT, bagaimana supaya adil. Amerika Serikat (AS) yang tadinya mendukung netralitas juga bergeser," kata dia.

Apalagi, berdasarkan pantauannya, keuntungan kian industri telekomunikasi mulai tertekan selama satu dekade terakhir. Menurutnya, ada dua hal yang bisa dilakukan operator untuk tumbuh lagi, yakni hilirisasi seperti membuat aplikasi percakapan dan kolaborasi. "Pemerintah (bertugas) meminimalisasi dampak (negatif disrupsi) digital," ujarnya.

Saat ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memungut 1,25% dari pendapatan operator untuk membangun 5 ribu Base Transceiver Station (BTS) di wilayah terdepan, terluar dan tertinggal (3T) Indonesia hingga 2020. Dana itu disebut universal service obligation (USO), yang nilai totalnya sekitar Rp 2,5 triliun.

Direktur Utama BAKTI Anang Latif mengatakan, sulit untuk melibatkan OTT dalam membangun 5 ribu BTS di wilayah 3T di Indonesia. Sebab, Kementerian Kominfo harus membahas aturan OTT bersama Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terlebih dulu.

(Baca: Lima Kebijakan jadi Utang Kominfo pada 2019)

Selain itu, industri OTT dan telekomunikasi perlu dilibatkan dalam pembahasan tersebut. "Di 2019 semoga kami bersama legislatif bisa membahas, supaya semua win-win. Saya setuju, Undang-Undang (UU) (telekomunikasi) perlu direformulasi, isu pertamanya (terkait) OTT," kata dia.

Reporter: Desy Setyowati