Gaet Pasar, Iflix dan Hooq Berlomba Hadirkan Konten Lokal

Arief Kamaludin|KATADATA
Penulis: Desy Setyowati
Editor: Pingit Aria
23/10/2018, 14.38 WIB

Hal senada disampaikan oleh Managing Director HOOQ Indonesia Guntur Siboro. Menurutnya, pasar Indonesia sangat besar dan menarik, serta menyukai konten lokal. "Tantangannya adalah suplai. Pembuat konten di Indonesia belum cukup baik. Ada istilah kejar tayang," kata dia. Untuk itu, perlu ada edukasi bagi para pekerja di industri film dan broadcasting untuk menghasilkan konten berkualitas.

Tantangan lainnya adalah regulasi. Slama dua tahun, pemerintah mengkaji aturan layanan aplikasi dan konten melalui internet (over the top/ OTT). Namun, aturan tersebut tak kunjung diterbitkan. Alhasil, persaingan di industri ini belum begitu jelas.

Selain itu, konsumen di Indonesia mudah melakukan uninstall dan install jika merasa bosan. Untuk itu, penting bagi penyedia layanan VoD terus berinovasi guna memuaskan keinginan konsumen. Caranya, penyedia layanan VoD bisa menggandeng perusahaan telekomunikasi hingga pembayaran untuk memberi kemudahan dan pengalaman berbeda kepada konsumen.

(Baca juga: OJK Siapkan Skema Pendanaan bagi UKM Lewat Equity Crowdfunding)

Adapun layanan VoD berkembang mulai 2016, seiring dengan meningkatnya jumlah pengguna internet di Tanah Air. Berdasarkan data Statista, pendapatan dari iklan berbasis video di Indonesia diproyeksikan mencapai Rp 4,3 triliun pada tahun ini. Tingkat pertumbuhan rata-rata tahunan (CAGR) iklan berbasis video pun diproyeksi 25,9% per tahun.

Lebih lanjut, Statista memperkirakan rata-rata pendapatan dari segmen periklanan video mencapai US$ 2,74 per pengguna. Apalagi, konsumsi iklan berbasis video di Indonesia meningkat lebih dari 300% pada 2017 dibandingkan tahun sebelumnya. Pada periode yang sama, pertumbuhan belanja iklan video juga meningkat hingga lebih dari 700%.

Halaman:
Reporter: Desy Setyowati