Peretail raksasa Eropa, Carrefour mengadopsi teknologi blockchain untuk melacak alur logistik produk segar seperti daging dan sayuran di seluruh gerainya. Carrefour menggandeng IBM dalam implementasi teknologi ini.
Sekretaris Jenderal Carrefour Laurent Vallee menyatakan bahwa penggunaan blockchain akan diperluas untuk 300 jenis produk segar pada 2022. Ia berharap langkah ini dapat menjamin seluruh produk segar yang dijualnya lebih aman bagi konsumen.
“Yang penting bagi kami adalah, bagaimana teknologi ini dapat diandalkan saat terjadi krisis. Dengan blockchain, kami dapat melacak asal-muasal setiap produk,” ujarnya dikutip Reuters, Selasa (9/10).
Krisis yang dimaksudnya adalah kemungkinan penyebaran bakteri atau virus melalui produk segar. Pada April 2018 lalu misalnya, wabah salmonella sempat dikaitkan dengan produk telur dan daging ayam. Akibatnya, sekitar 207 juta telur ditarik dari peredaran di North Carolina, Amerika Serikat.
IBM Food Trust yang digunakan oleh Carrefour memungkinkan industri untuk melacak dan berbagi informasi tentang bagaimana produk ditanam, diproses, dan dikirim. Teknologi ini dapat mempersingkat waktu untuk memeriksa asal makanan dari hitungan hari ke detik.
(Baca juga: Kadin Berharap Indonesia Bisa Adopsi Blockchain pada 2020)
Lalu, mungkinkah teknologi ini diadopsi di Indonesia? Kamar Dagang Indonesia (Kadin) percaya penerapan teknologi blockchain dapat berefek positif pada industri logistik. Sebab, blockchain menjamin tingkat transparasi, akurasi, kecepatan pelayanan perusahan kepada pelanggan.
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Logistik dan Pengelolaan Rantai Pasok Rico Rustombi memberikan contoh, dengan pengaplikasian blockchain, dokumentasi logistik dapat digitalisasi sehingga proses tracking akan lebih cepat.
"Penyedia jasa maupun konsumen bisa mengakses informasi yang tersedia melalui jaringan yang sudah mereka ikuti," katanya dalam Blockchain Applications & Economics Forum 2018 di Jakarta, Selasa (9/10).
Hanya, menurutnya pemerintah perlu membuat regulasi bagi implementasi teknologi ini. Dengan begitu, para pelaku usaha dan pemangku kepentingan (stakeholders) lainnya memperoleh kepastian hukum dari penerapan teknologi tersebut.
“Pemerintah perlu mengambil inisiatif untuk menerapkan teknologi blockchain dalam sektor pelayanan publik, sehingga meningkatkan transparansi, kecepatan dan akurasi dalam melayani masyarakat,” kata Rico.