BI Bahas Penguatan Rupiah dalam Rangkaian Pertemuan IMF-Bank Dunia

Arief Kamaludin|KATADATA
Penulis: Desy Setyowati
Editor: Pingit Aria
5/9/2018, 20.47 WIB

Bank Indonesia (BI) akan mengoptimalkan pertemuan tahunan International Monetary Fund (IMF)-Bank Dunia untuk membahas rencana penguatan rupiah. Sebab, dalam rangkaian pertemuan itu forum dengan Bank of Japan (BoJ) yang membahas kerja sama Bilateral Swap Arrangement (BSA).

BI memang sudah berdiskusi dengan BoJ terkait perpanjangan kerja sama itu. "Kami akan optimalkan pertemuan itu untuk menyepakati kerja sama, termasuk BSA," kata Kepala Departemen Internasional BI Dodi Zulverdi di kantornya, Jakarta, Rabu (5/9).

Adapun BSA merupakan kerja sama pertukaran cadangan devisa dolar Amerika Serikat (AS) antara Jepang dengan Indonesia. Tujuannya untuk mengatasi kesulitan likuiditas akibat permasalahan neraca pembayaran dan likuiditas jangka pendek. "Kami akan kerja sama dengan (bank sentral) negara lain, tapi belum bisa kami sampaikan," ujarnya.

Lewat kerja sama BSA dengan Jepang ini, BI punya ruang untuk menarik devisa senilai US$ 22,76 miliar. Yang mana, hingga saat ini Indonesia belum memanfaatkan fasilitas tersebut.

"Sudah sejak awal kami upayakan. Kalau pun tidak disepakati (saat pertemuan IMF-Bank Dunia) sudah dibicarakan. Kami harap bisa cepat," ujarnya.

(Baca juga: Istana Minta Masyarakat Tak Panik dengan Pelemahan Rupiah)

Selain itu, pertemuan IMF-Bank Dunia ini juga akan membahas seputar kebijakan moneter di negara maju dan dampaknya terhadap negara yang pasarnya tengah berkembang, seperti ASEAN. Termasuk di dalamnya mengenai penguatan dolar Amerika Serikat (AS) terhadap mata uang di negara berkembang.

Nah, dalam pembahasan ini, akan dibahas juga mengenai jaring pengaman sistem keuangan. "Kami akan mendorong agar global safety net bisa sejalan dengan yang kami punya, seperti Inisiatif Chiang Mai atau BSA dengan Jepang," kata dia.

Pada kesempatan itu, para pimpinan bank sentral akan membahas dampak dari ekonomi digital, khususnya di sektor keuangan. "Kami juga ingatkan, kalau (ekonomi digital) tidak didukung kesiapan yang baik dari infrastruktur, hukum, dan yang lain bisa berdampak negatif ke ekonomi," katanya.

Selain itu, perkembangan ekonomi berbasis syariah dan pembiayaan infrastruktur akan dibahas dalam pertemuan tersebut. "Indonesia sedang gencar membangun infrastruktur. Pembiayaan dari pemerintah terbatas, perlu dapat masukan soal-soal sumber-sumber pembiayaan dari swasta," kata dia.

Reporter: Desy Setyowati