Digitalisasi telah menggerus lapangan pekerjaan di berbagai sektor industri. Namun, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro menyatakan, ada 7 bidang pekerjaan yang akan tetap eksis di era digital.
Mengutip penelitian McKinsey dan hasil diskusi World Economic Forum (WEF), 7 jenis pekerjaan itu ada di bidang teknologi komunikasi, industri kreatif, profesional, manajer, pelayanan kesehatan, pendidikan, dan konstruksi.
“Di bidang industri kreatif, pekerja seperti seniman dan desainer tetap eksis, tidak akan tergantikan dengan teknologi apapun,” ujar Bambang saat seminar bertajuk ‘Quo Vadis Digital Ekonomi Indonesia’ di Hotel Mulia, Jakarta, Rabu (21/2).
Adapun, contoh pekerjaan profesional seperti ahli matematika, aktuaris, statistik, dan ahli teknik. Di bidang teknologi, seperti analis, pengembang perangkat lunak dan aplikasi, hingga broadcasting. Sedangkan di bidang pelayanan kesehatan, pekerjaan seperti dokter, bidan, perawat, serta asisten jasa kesehatan juga diproyeksi masih akan eksis.
McKinsey tersebut memproyeksikan bahwa 52,6 juta atau 51,8% dari jumlah pekerjaan di Indonesia akan hilang akibat otomasi. Di Jepang, sebanyak 55,7% pekerjaan diperkirakan bakal hilang. Sementara di Malaysia, Cina, Australia, dan Singapura masing-masing hanya 51,4%, 51,2%, 44,9%, dan 44,2%.
(Baca juga: Tak Hanya Perbankan, Pekerjaan Lain Berpotensi Hilang di Masa Depan)
“Dampak dari digitalisasi dan teknologi informasi di negara berkembang tidak sebesar negara maju,” kata Bambang.
Potensi otomatisasi berdasarkan okupasi yang tertinggi, kata dia, akan terjadi di sektor manufaktur sebesar 65%. Itu artinya, sebagian besar akan menggunakan teknologi dibanding tenaga manusia. Setelah itu, otomatisasi cukup besar juga akan terjadi di sektor transportasi dan pergudangan sebesar 64%. Diikuti oleh sektor perdagangan retail 53%, pertanian, kehutanan, perikanan, dan perburuan 49%, serta konstruksi 45%.
“Potensi pekerjaan yang hilang itu yang keterampilannya terbatas, bukan level advance atau boleh dibilang level umum,” kata Bambang.
Selain itu, ia juga memperkirakan angkatan kerja tumbuh rata-rata 0,7% per tahun. Pada 2045, jumlahnya akan mencapai 172,1 juta orang. Di tahun tersebut, angka pengangguran pendidikan rendah diproyeksi mencapai 400 ribu dan pengangguran terdidik sebanyak 6,5 juta jiwa. Proyeksi angka pengangguran terdidik memang lebih besar, karena mereka cenderung selektif memilih pekerjaan.
(Baca juga: Chatib Basri Prediksi Teknologi Ciptakan 5,1 Juta Pengangguran Baru)
Oleh sebab itu, menurut dia pendidikan vokasi dan sertifikasi berbasis kompetensi merupakan langkah strategis untuk mengantisipasi hilangnya pekerjaan yang lebih besar. “Kuncinya itu untuk antisipasi, yang disiapkan dari sekarang supaya para pekerja tidak harus khawatir karena mereka masuk kategori yang tidak mudah digantikan oleh proses otomatisasi,” ujar Bambang.