Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara memastikan regulasi soal pajak perusahaan digital raksasa berbasis internet (Over the Top/OTT) akan rampung pada Kuartal I-2018. Dalam Peraturan Menteri tersebut, Rudiantara mengatakan bahwa OTT tak akan diwajibkan menjadi Badan Usaha Tetap (BUT).
“Kalau sebelumnya insisted pakai Badan Usaha Tetap (BUT), kami cari jalan lain. Ini dikaitkan dengan keberadaan mereka sebagai reseller,” kata Rudiantara kepada Katadata di Hotel Pullman Thamrin, Jakarta, Selasa (6/2).
Dalam pembentukannya, Peraturan Menteri ini akan mengacu pada Klasifikasi Baku Lapangan Usaha (KBLI) terbaru yang dirilis pada Mei 2017 lalu. Pada nomenklatur tersebut, status dari OTT di Indonesia adalah reseller digital advertising yang dianggap sesuai dengan bisnis perusahaan digital top seperti Google, Facebook, dan Twitter.
“Kami sudah keluarkan KBLI baru. Itu akan lebih mudah karena mereka akan punya perseroan terbatas (PT) di Indonesia dan mereka akan punya status sebagai reseller digital advertising,” kata Rudiantara.
(Baca juga: Aturan Bisnis Perusahaan OTT Terganjal Pajak Google)
Rudiantara optimistis, pemungutan pajak akan jauh lebih mudah dengan adanya Permen OTT nanti. “Kabar baiknya, sudah ada model, yaitu Google yang sudah mau bayar (pajak) sampai (tahun pajak) 2015. Untuk yang 2016, setahu saya mereka mau self assesment. Model ini yang akan dimasukkan di Peraturan Menteri tentang OTT,” ujar dia.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengakui, pemungutan pajak dengan skema PT akan lebih mudah dibanding BUT. Sebab, BUT merupakan kepanjangan tangan dari perusahaan induk, sehingga pajaknya pun mudah dimanipulasi. “Kalau PT sudah terpisah (dari perusahaan aslinya atau induk),” ujarnya.
(Baca juga: Godok Aturan OTT, Rudiantara Libatkan Google, Facebook, Twitter)