Perkembangan teknologi, terutama yang terkait dengan perubahan kegiatan ekonomi (disruptive innovation) dinilai akan berdampak pengurangan tenaga kerja di berbagai perusahaan. Menteri Keuangan periode 2013-2014 Muhammad Chatib Basri memperkirakan, sekitar 5,1 juta orang di Indonesia akan kehilangan pekerjaannya dalam waktu dekat.
"Secara total, saya perkirakan 7,1 juta orang akan kehilangan pekerjaannya dalam jangka pendek. Tetapi akan muncul 2 juta tenaga kerja baru. Jadi nett 5,1 juta orang akan kehilangan pekerjaan," ujar Chatib dalam seminar bertajuk 'Disrupsi Digital: Peluang dan Tantangan' di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Senin (5/2).
Menurut dia, potensi hilangnya pekerjaan ini terjadi di semua sektor usaha. Di sektor keuangan, misalnya, teknologi mampu menganalisa konsumen lebih baik dibanding konvensional. Analisa itu meliputi kemampuan finansial, modal, hingga jaminan.
(Baca juga: Inovasi Teknologi Ancam Bonus Demografi dan Lapangan Kerja)
Pengenalan nasabah (know your customer) kini bisa dilakukan melalui swafoto. Sementara profilnya dapat dengan mudah disesuaikan dengan isi akun media sosial "Saya tidak heran kalau perbankan bisa membuat tingkat bunga yang berbeda untuk setiap orang, sesuai dengan personalnya," kata dia.
Kabar baiknya, ia menilai teknologi ini tak sepenuhnya menghilangkan pekerjaan. Perawat, misalnya, akan tetap dibutuhkan asalkan memiliki kemampuan mengoperasikan mesin pengolah data pasien. Begitu juga dengan analis ataupun teller bank.
Artinya, jenis-jenis pekerjaan lama akan tetap relevan dengan adanya keahlian baru yang bisa didapat melalui pelatihan-pelatihan. Maka, yang akan kehilangan pekerjaan adalah mereka yang tidak mampu menyesuaikan diri.
(Baca juga: Beralih ke Digital, Bank Bakal Rekrut Lebih Banyak Ahli Teknologi)
Sementara Direktur Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN), Kharim Indra Gupta Siregar mengatakan, fenomena digital menawarkan dua pilihan kepada pelaku usaha, yaitu beradaptasi atau menunda perubahan dan tersapu persaingan.
Masalahnya, untuk melakukan proses transformasi, prosesnya tidak mudah. “Yang tidak kalah penting, digitalisasi juga memerlukan biaya yang tidak sedikit," ujarnya.