Akun FPI dan Rizieq Disetop, Twitter: Buat Rasa Aman dan Nyaman

ANTARA FOTO / Fahrul Jayadiputra
16/1/2017, 18.37 WIB

Mulai Senin (16/1) ini, para pengguna jejaring sosial Twitter tidak dapat mengakses akun Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Front Pembela Islam (FPI) dan pemimpinnya, Rizieq Shihab. Begitu pula, para pemilik dua akun tersebut.

Saat mengakses akun Twitter @syihabrizieq dan akun @DPP_FPI akan muncul laman keterangan: Account suspended. This account has been suspended. Learn more about why Twitter suspends accounts, or return to your timeline. Pengelola Twitter tidak secara langsung menjelaskan penyebab pembekuan akun tersebut.

Twitter Indonesia menjelaskan sebagai platform global yang bersifat publik, pengguna dapat mengakses informasi, berinteraksi, dan berekspresi di Twitter. Karena itu, Twitter memiliki peraturan serta Terms of Services agar media sosial tersebut dapat memberikan manfaat sekaligus melindungi para pengguna.

"Dalam rangka menciptakan rasa aman dan nyaman bagi pengguna di Twitter, kami dapat menangguhkan akun yang melanggar Peraturan Twitter," kata Twitter Indonesia dalam penjelasan tertulisnya kepada Katadata, Senin (16/1). (Baca: Situs Berita Hoax, Mesin Pencetak Uang dan Kegaduhan)

Twitter Indonesia menjelaskan, penangguhan akun terjadi berdasarkan laporan-laporan yang diterima Twitter dari pengguna melalui prosedur pelaporan pelanggaran yang ada dalam aplikasi tersebut. Para pengguna Twitter bisa memblokir (block), melaporkan (report), mengabaikan (ignore), serta meredam (mute) konten atau akun yang membuat tidak nyaman.

"Kami berharap pengguna Indonesia tidak sungkan melaporkan akun atau konten yang tidak sesuai dengan Peraturan Twitter," kata Twitter Indonesia. Laporan-laporan yang masuk diproses secara seksama oleh tim Twitter di kantor pusatnya di San Fransisco, Amerika Serikat, dan Dublin, Irlandia. "Jika terbukti melanggar Peraturan Twitter, maka sebuah akun dapat ditangguhkan."

Selanjutnya, pengguna akun yang ditangguhkan akan menerima pemberitahuan dari Twitter. Jika merasa tidak melakukan pelanggaran terhadap Peraturan Twitter maupun Terms of Services dari jejaring sosial ini, maka pemilik akun bisa mengajukan banding. (Video: Ramai Ramai Melawan Berita Hoax)

Sebelumnya, pemerintah menyatakan mengkhawatirkan perkembangan komunikasi di media sosial yang berisi konten tendensius, fitnah, bohong, menyesatkan, serta ujaran kebencian.

"Itu sekarang cukup merebak," kata Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, Wiranto, dalam pernyataannya usai sidang kabinet paripurna pada 4 Januari lalu. (Baca: Jokowi Perintahkan Tindak Tegas Penyebar Hoax)

Ia mengungkapkan, pemerintah sudah memiliki rencana melakukan langkah represif, terutama preventif. Hal ini bertujuan agar kebebasan di media sosial dapat diatur dengan baik dan dilaksanakan secara etis.

Pemerintah telah merevisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) menjadi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016. Pemerintah menyatakan akan melakukan tindakan tegas kepada siapapun yang menggunakan media sosial untuk mengunggah informasi yang menjurus kepada provokasi, agitasi, propaganda, menyesatkan, pengelabuan, kebohongan, dan melakukan ujaran-ujaran kebencian kepada pihak lain.

“Kepada masyarakat, kami harapkan supaya lebih waspada terhadap upaya-upaya yang berupa provokasi," ujar Wiranto.