Google didenda € 600 ribu atau sekitar Rp 9,9 miliar oleh Otoritas Perlindungan Data Belgia (APD). Hal ini karena perusahaan teknologi asal Amerika Serikat (AS) itu dianggap melanggar kebijakan terkait 'hak untuk dilupakan'.
Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Perlindungan Data Umum (GDPR) Uni Eropa. Hak untuk dilupakan atau right to be forgotten adalah hak setiap orang untuk meminta agar informasi atau dokumen elektronik terkait dirinya yang sudah tidak relevan, dapat dihapus dari internet.
Salah satu tokoh publik di Belgia meminta Google untuk menghapus artikel tentang dirinya dari laman pencarian (browser). Berita yang dimaksud seperti tuduhan pelecehan dan label politik, yang menurutnya tidak benar.
Namun, Google menolak permintaan itu. APD menilai, perusahaan melanggar kebijakan terkait 'hak untuk dilupakan' dan masuk kategori 'pelanggaran serius'. (Baca: Google Terancam Denda US$ 5 Miliar karena Lacak Internet Pribadi)
Otoritas menilai bahwa tindakan Google sangat lalai. Sebab, hasil pencarian yang diminta untuk dihapus belum terbukti kebenarannya. Artikel itu juga sudah lama, dan cenderung berdampak serius bagi yang mengajukan permintaan penghapusan.
"Kami menganggap bahwa permintaan untuk dereference atau menghapus hasil pencarian, cukup beralasan. Google telah melakukan pelanggaran serius dengan menolaknya," ujar APD dikutip dari CNET Rabu (15/7).
APD juga mengatakan, Google tidak transparan dalam menolak permintaan tersebut. "Maka, hak dan kepentingan orang yang bersangkutan harus menang," ujar APD.
Oleh karena itu, APD memberikan sanksi denda kepada Google. Besarannya disebut-sebut merupakan yang terbesar yang pernah dijatuhkan oleh otoritas.
Pada 2019 misalnya, Google didenda € 50 ribu atau sekitar Rp 832 juta oleh pemerintah Prancis. (Baca: Akuisisi Fitbit, Eropa Peringatkan Google soal Keamanan Data)
Chairman of the Litigation chamber APD Hielke Hijmans mengatakan, dalam ketentuan 'hak untuk dilupakan', keseimbangan harus dicapai antara hak publik untuk mengakses informasi dan kepentingan dari subjek data. Jika beberapa artikel dianggap belum terbukti kebenarannya dan berusia sekitar 10 tahun, maka bisa diajukan ‘hak untuk dilupakan’.
"Sekarang, menyediakan tautan melalui mesin pencari yang dapat menyebabkan dampak serius terhadap reputasi pengadu, Google menunjukkan kelalaian yang jelas," ujar Hijmans.
Juru bicara Google mengatakan, perusahaan bekerja keras untuk mengimplementasikan 'hak untuk dilupakan' di Eropa sejak 2014. Google juga berusaha mencapai keseimbangan yang masuk akal dan atas dasar prinsip antara hak-hak pengguna atas akses terhadap informasi dan privasi.
"Kami tidak percaya kasus ini memenuhi kriteria Pengadilan Eropa untuk menghapus artikel yang dipublikasikan, dari pencarian. Kami pikir informasi itu merupakan kepentingan publik dan laporan ini tetap dapat ditelusuri," ujar juru bicara Google.
Namun, APD tidak sepakat dengan penjelasan Google. Perusahaan pun bakal meminta pengadilan untuk mengkaji kasus tersebut lebih lanjut.
(Baca: Google Depak Aplikasi Anti-Tiongkok Asal India dari Play Store)