Perusahaan rintisan (startup) operator jaringan hotel murah Airy, mengumumkan akan menghentikan operasionalnya di Indonesia secara permanen terhitung 31 Mei 2020. Keputusan ini diambil karena kondisi Airy babak belur akibat pandemi virus corona (Covid-19).
Mengutip Tech In Asia, Kamis (7/5), Airy telah mengirimkan surat elektronik atau e-mail kepada para mitra hotel, yang menyatakan Airy akan mengakhiri perjanjian kerja sama dengan mitra menyusul keputusan penghentian operasional.
Dalam e-mail tersebut, Airy menjelaskan bahwa pihaknya telah berupaya mengatasi dampak pandemi Covid-19. Namun, mengingat penurunan teknis yang signifikan, serta pengurangan sumber daya manusia, maka Airy memutuskan menghentikan operasional bisnis secara permanen.
“Karena alasan inilah setelah 31 Mei 2020, kami tidak dapat menyediakan layanan lagi untuk semua mitra kami,” kata Airy dalam e-mail, dilansir dari Tech In Asia, Kamis (7/5).
Padahal, awal Maret 2020 Airy masih optimistis mampu melewati badai pandemi Covid-19. Dalam sebuah wawancara dengan Tech In Asia, Chief Executive Officer (CEO) Airy Louis Alfonso mengemukakan, perusahaan tengah meramu strategi untuk mengurangi dampak pandemi Covid-19 yang telah mempengaruhi tingkat hunian Airy.
Saat itu, Louis menyatakan bahwa pihaknya optimis pandemi corona segera teratasi dan industri perjalanan (travel) akan pulih, demikian pula dengan Airy.
(Baca: Ribuan Hotel Tutup, Industri Pariwisata Rugi Rp 60 Triliun)
Ia bahkan berujar, dengan memanfaatkan teknologi Airy akan mampu bangkit lebih cepat dan memulihkan bisnis seperti sedia kala. Namun, bulan April 2020 lalu Airy dilaporkan telah memberhentikan 70% dari stafnya.
Airy sendiri saat ini telah memiliki jaringan 2.000 properti, dengan total kapasitas kamar mencapai 30.000 unit. Perusahaan yang didirikan 2015 silam ini juga merupakan mitra strategis Traveloka Indonesia.
Sektor pariwisata memang menerima pukulan telak akibat pandemi Covid-19, begitu pula turunannya seperti hotel dan restoran. Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mengatakan ada ribuan hotel dan ratusan restoran yang tutup akibat pandemi corona.
Industri pariwisata pun kehilangan potensi pendapatan dari wisatawan asing sebesar US$ 4 miliar atau sekitar Rp 60 triliun sejak Januari hingga April 2020. Hingga 13 April 2020, anggota PHRI telah menutup 1.642 hotel. Selain itu terdapat 353 restoran atau tempat hiburan yang tak beroperasi.
Daerah tujuan wisata yang paling merasakan penurunan jumlah wisatawan yaitu Manado, Bali, dan Batam. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mencatat hingga pekan kedua April 2020, sebanyak 180 destinasi dan 232 desa wisata ditutup.
(Baca: Bantu Pariwisata Hadapi Covid-19, Kemenpar Realokasi Anggaran Rp 500 M)