Perusahaan penyedia layanan on-demand Grab melakukan berbagai langkah untuk bisa bertahan di tengah pandemi corona. Padahal, CEO Grab Anthony Tan mengakui sempat meremehkan pagebluk Covid-19.
Tan bercerita, dirinya sempat salah mengira bahwa virus corona hanya akan menginfeksi penduduk di Tiongkok. Itu yang ia perkirakan pada minggu-minggu awal Covid-19 muncul.
Saat virus coron berubah menjadi pandemi, Tan mencari nasihat dari para petinggi raksasa teknologi, termasuk Masayoshi Son dari SoftBank dan Satya Nadella Microsoft. Dari proses diskusi itu, ia menyadari bahwa tidak ada yang tahu berapa lama krisis ini akan berlangsung.
Tidak ada yang tahu juga seberapa dalam krisis akibat pandemi akan terjadi. Oleh karena itu, Grab mengambil beberapa langkah untuk bisa bertahan, meskipun kebijakannya tidak populer.
“Tidak ada lagi perdebatan, ini hanya eksekusi,” kata Tan dikutip dari Reuters, Jumat (14/8).
Pada Juni lalu, perusahaan asal Singapura ini pun melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap 360 karyawan. Jumlahnya di bawah 5% dari total pegawai.
"Saya ingat air mata tidak bisa berhenti membasahi wajahku. Saya tidak ingin mengulanginya lagi,” kata Tan.
Ia menyampaikan, pandemi corona merupakan krisis pertama yang dihadapi Grab setelah satu dekade beroperasi. Perusahaan pun menerapkan berbagai cara untuk meningkatkan transaksi di tengah pagebluk ini.
Salah satunya, mengidentifikasi layanan apa saja yang transaksinya turun dan naik. Layanan berbagi tumpangan (ride hailing) atau transportasi menurun,
Sedangkan pesan-antar makanan, pengiriman bahan pokok, dan keuangan tumbuh dengan cepat. “Jadi perilaku ini telah berubah secara permanen dengan atau tanpa vaksin. Kami telah menjadi penerima manfaat,” kata Tan.
Saat ini, aplikasi Grab telah diunduh 198 juta kali. Perusahaan sudah beroperasi di 351 kota di delapan negara Asia Tenggara.