Bisnis Dihantam Corona, OYO Siapkan Rp 14,1 Triliun untuk IPO

OYO
Ilustrasi aplikasi OYO
4/12/2020, 12.53 WIB

Bisnis startup jaringan hotel asal India, OYO terpukul pandemi corona. Meski begitu, perusahaan masih memiliki dana US$ 1 miliar atau sekitar Rp 14,1 triliun yang digunakan untuk bertahan dan persiapan menawarkan saham perdana alias initial public offering (IPO).

Pendiri OYO Ritesh Agarwal mengatakan, perusahaan sangat disiplin dalam memastikan langkah agar dapat bertahan di tengah pandemi virus corona. "Kami mempertahankan hampir US$ 1 miliar (Rp 14,1 triliun) uang tunai," katanya dikutip dari Tech In Asia, Rabu (2/12).

Dana tersebut juga disiapkan untuk melantai di bursa saham atau IPO. "Dari sisi manajemen, kami memastikan perusahaan siap go public," kata Ritesh dikutip dari The Economic Times, Rabu (2/12).

Namun, perusahaan akan mempertimbangkan beberapa hal seperti situasi pasar, peluang IPO, dan lainnya. Oleh karena itu, Ritesh belum bisa membocorkan waktunya.

Di satu sisi, perusahaan berupaya agar dapat bertahan di tengah pandemi Covid-19. OYO pun hanya berfokus pada lima pasar inti yakni India, Asia Tenggara, Eropa Utara, Tiongkok, dan Amerika Serikat (AS).

Ritesh mengatakan, perusahaan tidak merambah pasar baru setelah pandemi. Ia mengklaim, OYO memimpin pasar di India, Asia Tenggara, dan Eropa Utara. Sedangkan Tiongkok dan AS dinilai pasar potensial.

Saat ini, OYO mengoperasikan sekitar delapan ribu hotel secara waralaba dan 800 dengan model bisnis mandiri. Startup ini juga sudah hadir di lebih dari 80 negara, termasuk Indonesia.

Bisnis OYO memang sudah berangsur pulih dari badai pandemi ketika beberapa negara melonggarkan pembatasan sosial. Selain itu, ada kemajuan baru-baru ini dengan uji coba vaksin. Ritesh berharap industri perjalanan dan perhotelan akan bangkit kembali dengan kuat. 

Secara global, keuntungan atau margin kotor perusahaan mencapai 85% dari tingkat sebelum ada pandemi corona. Perusahaan juga mencatatkan pertumbuhan bulanan 30% sejak Agustus lalu.

"Kami melihat pesanan kamar kami terisi sekitar 40-45% di India," kata
CEO OYO di India and Asia Selatan, Rohit Kapoor.

Startup yang didanai oleh SoftBank itu telah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 7.000 lebih karyawan secara global pada awal tahun. Gelombang PHK OYO berlanjut dengan merumahkan sekitar 5.000 pegawai, ketika pandemi meluas pada Maret.

OYO juga menerapkan cuti tanpa dibayar atau unpaid leave selama dua hingga tiga bulan bagi ribuan karyawan lainnya. "Langkah cuti tak terbatas dan unpaid leave menunjukkan pendapatan dan arus kas OYO merosot tajam,” kata CEO IB Research & Consulting Inc Daisuke Seki, pada April lalu (14/4).

Pendapatan perusahaan pun turun 50%-60% atau lebih dalam dibandingkan perkiraan awal 10%-15%. Tingkat hunian OYO juga menurun 60% selama pandemi

"Pandemi datang secara bergelombang dan itu membuat mereka semakin sulit," kata analis prakiraan senior di Forrester Research Inc Satish Meena.

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan