Raksasa teknologi asal Amerika Serikat (AS) Facebook meluncurkan laporan transparansi konten ditangguhkan yang paling banyak dicari. Sebelumnya, Facebook menangguhkan sejumlah konten karena mendapat banyak kritik dari berbagai kalangan.

Presiden AS Joe Biden bahkan menyebut Facebook sebagai 'pembunuh' karena dianggap membiarkan hoaks terkait vaksin Covid-19. Facebook pertama kali menayangkan laporan transparansinya itu di The New York Times pada Sabtu (21/8).

"Ini mewakili gambaran yang lebih lengkap dari apa yang dilihat orang di Facebook," kata Facebook dikutip dari Business Insider pada Senin (23/8). 

Dalam menganalisis data berbagai konten tersebut, Facebook menggunakan layanan pelacakan CrowdTangle. Dalam laporan transparansi itu, tautan kontroversial di AS yang paling banyak dilihat pengguna pada kuartal pertama tahun ini adalah cerita kematian dokter di Florida yang dikaitkan dengan vaksin.

Cerita yang dilihat oleh pengguna Facebook lebih dari 53 juta kali itu dimuat oleh Sun Sentinel dan diterbitkan ulang oleh Chicago Tribune.

Konten terkait kematian dokter di Florida tersebut sebenarnya faktual. Namun, dalam pembaruan fakta pada April disebutkan, pemeriksa medis mengatakan tidak cukup bukti untuk menyimpulkan apakah vaksin berperan dalam kematian dokter tersebut.

Selain itu, menurut data dari CrowdTangle, konten seperti itu kerap kali digunakan oleh pendukung anti-vaksinasi untuk menggembor-gemborkan narasi menyesatkan dan keraguan vaksinasi.

Selain menghentikan unggahan yang berisi informasi palsu tentang Covid-19, Facebook juga melarang konten yang membuat orang enggan vaksinasi.

Halaman:
Reporter: Fahmi Ahmad Burhan