Investor India Ungkap Kelemahan Startup Indonesia

Katadata
Diskusi Katadata Forum dengan tema "Transformasi Indonesia Menuju Raksasa Ekonomi Digital" di Jakarta, pada 2018.
8/9/2021, 15.34 WIB

Investor asal Negeri Bollywood, Sequoia Capital India menilai bahwa potensi pasar yang digarap oleh startup Indonesia besar. Namun, perusahaan rintisan di Tanah Air memiliki kelemahan, yakni kesenjangan talenta digital.

Managing Director Sequoia India Abheek Anand mengatakan, banyak perusahaan modal ventura di Negeri Bollywood yang melirik startup Indonesia. Sequoia India misalnya, berinvestasi ke Kopi Kenangan lewat putaran pendanaan senilai US$ 20 juta pada 2019.

Awal tahun ini, Sequoia India menyuntik modal startup investasi reksa dana Bibit US$ 30 juta. "Sebagai investor, kami melihat potensi jangka panjang. Indonesia memiliki populasi besar, adopsi teknologi masif, dan pertumbuhan ekonomi bagus," kata Abheek dalam acara Wild Digital Indonesia 2021, Rabu (8/9).

Selain itu, ekosistem startup mulai menunjukkan perkembangan pesat. "Di Indonesia, startup seperti Tokopedia dan Gojek yang kemudian membentuk GoTo, perkembangannya sangat masif," ujarnya.

Tahun ini, beberapa startup skala besar termasuk unicorn pun menyiapkan rencana untuk exit. Exit strategy adalah pendekatan yang direncanakan untuk mengakhiri investasi dengan cara yang akan memaksimalkan keuntungan dan/atau meminimalkan kerugian.

Namun, investor juga mencermati kelemahan startup Indonesia yakni kesenjangan talenta digital. "Saya pikir yang juga penting dalam bagian ekosistem startup yaitu bakat. Saat ini, masih ada kesenjangan di Indonesia," ujarnya.

Riset Amazon Web Services (AWS) dan AlphaBeta menunjukkan, hanya 19% dari seluruh angkatan kerja di Indonesia yang mempunyai keahlian di bidang digital. Padahal, Nusantara butuh 110 juta talenta digital baru untuk mendukung ekonomi pada 2025.

McKinsey dan Bank Dunia juga memperkirakan, Indonesia kekurangan sembilan juta pekerja digital hingga 2030. Ini artinya, ada kebutuhan 600 ribu pegiat digital per tahun.

Untuk mengatasi kesenjangan talenta digital itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar pelatihan. “Kami mengembangkan talenta digital dalam tiga level,” kata Kepala Badan Litbang SDM Kementerian Kominfo Hary Budiarto saat konferensi pers virtual, bulan lalu (13/8).

Ketiga level pelatihan yang dimaksud yakni:

1. Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi

Ini merupakan tingkat paling dasar pelatihan, yakni berupa literasi digital. Ini bertujuan meningkatkan kemampuan dasar digital masyarakat agar mereka tidak mudah terpengaruh konten negatif.

Siberkreasi menargetkan 12,4 juta peserta per tahun.

2. Kedua, program Digital Talent Scholarship

Program ini menyasar mahasiswa, masyarakat umum, profesional, guru dan siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) hingga aparatur sipil negara (ASN). Melalui program ini, Kominfo ingin menambah keterampilan dan daya saing, terutama untuk tingkat teknis.

Tahun ini, Kominfo menargetkan 100 ribu lulusan Digital Talent Scholarship. Kementerian menyiapkan sekitar 103 tema dalam Digital Talent Scholarship. Beberapa di antaranya big data analytics, keamanan siber, kecerdasan buatan alias artificial intelligence (AI), Augmented Reality (AR), dan Virtual Reality (VR).

Kominfo pun menggandeng Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek), pemerintah daerah, perguruan tinggi dan politeknik, hingga lembaga swasta.

3. Pelatihan Digital Leadership Academy

Itu tersedia untuk tingkat mahir seperti pimpinan aparatur sipil negara (ASN) dan swasta. Ini digelar pada Agustus hingga November, dengan kuota terbatas 300 peserta.

Pengajar dalam pelatihan itu berasal dari National University of Singapore, Tsinghua University dan Harvard Kennedy School, Harvard University.

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan