Xendit telah masuk ke dalam jajaran perusahaan rintisan yang menyandang status unicorn. Label bergengsi startup teknologi finansial atau fintech payment gateway tersebut diperoleh setelah berhasil mengumpulkan US$ 150 juta atau setara Rp 2,2 triliun dalam putaran pendanaan seri C, tahun lalu.

Istilah unicorn disematkan kepada startup yang memiliki valuasi di atas US$ 1 miliar. Sedangkan decacorn hanya diperuntukkan bagi perusahaan dengan valuasi di atas US$ 10 miliar.

Co-Founder & COO Xendit, Tessa Wijaya mengatakan Xendit sudah berdiri sejak 2015, dan dalam lima tahun menjadi perusahaan payment gateway. Kini, perusahaan rintisan tersebut sudah mengembangkan produk outside payment only.

Menurut Tessa, sebagai startup infrastruktur untuk pembayaran, Xendit menghubungkan pebisnis dengan bank atau Mastercard dan Visa. Dia mengandaikan Xendit sebagai perusahaan logistik yang berperan memindahkan uang yang semuanya dilakukan di dunia maya atau digital.

Selama perjalanan tersebut, startup fintech itu telah melakukan banyak hal untuk memastikan merchants mulus bertransaksi secara online. “Starting a startup and growing it to be unicorn,” ujar Tessa dalam program serial podcast Impactalk yang dirilis oleh Impactto belum lama ini.

Inspirasi membangun Xendit sendiri hadir dari pengalaman Tessa menempa pendidikan di beberapa negara. Melansir Linkedin, mantan Senior Analyst PT Principia Management Group tersebut pernah mengenyam pendidikan Master of Philosophy di University of Sydney periode 2004-2006, serta Syracuse University di New York pada 1999-2003.

ImpactTalk Tessa Wijaya Co-Founder & COO of Xendit (Impactto) 

Tessa mengatakan pengalamannya tinggal di luar negeri membuatnya mampu melihat hal-hal baik yang diterapkan di beberapa negara. Berkaca dari kondisi di negara lain, dia mulai mempertimbangkan hal apa saja yang baik dan bisa diterapkan di Tanah Air.

Selain itu, dia menilai pentingnya kualitas pendidikan. Menurutnya, pelajaran di Indonesia lebih banyak mengajak pelajar untuk mengingat bukan berpikir kritis. Perbedaan metode pendidikan tersebut justru mendorong Tessa untuk lebih banyak menyelesaikan permasalahan.

It’s extremely valuable from my experience to build Xendit to where it is today,” ujarnya.

[Perbincangan lengkap program Impacttalk tersebut bisa dililhat pada link berikut ini]

Metode penyelesaian masalah juga diterapkan Xendit dalam menerima karyawan mereka. Tessa menyatakan proses penerimaan karyawan di Xendit cukup unik, di mana kandidat diminta untuk bekerja selama sehari di Xendit, untuk melihat dan menyelesaikan masalah bersama-sama.

Proses seleksi tersebut dinilai penting dalam membangun Xendit seperti saat ini. Perusahaan dapat memperoleh tenaga kerja yang memiliki pola pikir, dan framework yang sama dalam membangun startup payment gateway tersebut.

“Karena kadang, di resume oke, tapi belum tentu cara kerja dan mindset kandidat sama. Penting banget untuk bisa berinteraksi bersama dan understand how to work together,” katanya.

Tak hanya pengalaman menempuh pendidikan di luar negeri, Tessa juga sempat merasakan jatuh bangun dalam membangun bisnis. Sebelum bekerja di bidang investasi, dia sempat membangun bisnis café namun gagal, ada juga bisnis clothing brand.

Takdir berkata lain, saat bekerja di perusahaan private equity, Tessa mulai bertemu orang-orang yang tengah membangun bisnis teknologi. Dari sana, matanya terbuka dan menyadari bahwa bisnis e-commerce marketplace bukan sekedar passion, melainkan juga mengenai teknologi dan algoritma.

Alhasil, ketika Founder dan CEO Xendit, Moses Lo menggagas ide untuk membangun infrastruktur keuangan dan mengajak Tessa untuk bergabung, pinangan tersebut diterimanya. Apalagi, Tessa menilai membangung bisnis payments atau pembayaran merupakan hal yang berbeda dan menarik.

“Memulai startup itu, bagi saya seperti baru menikah, tapi belum punya anak, jika tidak mengambil risiko sekarang, kapan lagi?,” ujarnya. "Saya ingin melihat startup  yang dibangun bukan dari tengah, makannya saya bergabung dari tahap awal".

Teranyar, Xendit menjadi pemegang saham minoritas PT Bank Sahabat Sampoerna atau Bank Sampoerna. Kepemilikan Xendit di bank tersebut tercatat sebesar 14,96 %. Dengan begitu, Xendit akan menjadi mitra teknologi Bank Sampoerna untuk pengembangan teknologinya.

Berikut ini gambaran kepemilikan saham Bank Sampoerna per April 2022 seperti terlihat dalam grafik Databoks di bawah: