Perusahaan penyedia layanan berbagi tumpangan (ride-hailing) asal Vietnam FastGo berencana masuk ke pasar Indonesia pada akhir tahun ini. Jika rencana itu terwujud, FastGo bakal bersaing dengan Gojek dan Grab yang kini fokus mengembangkan aplikasi untuk kebutuhan sehari-hari (SuperApp).
Pada awal tahun ini, FastGo sudah merambah pasar Myanmar. Lalu, FastGo resmi hadir di Singapura pada Maret lalu. Selain Indonesia, FastGo berencana masuk ke pasar Thailand dan Filipina pada akhir tahun ini.
Menurut Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Ignatius Untung, layanan berbagi tumpangan di Tanah Air masih bersifat komoditas. Alhasil, tidak ada perbedaan spesifik terkait layanan berbagi tumpangan yang disediakan Gojek, Grab, maupun perusahaan sejenis lainnya.
Karena itu, menurutnya peluang FastGo untuk menggaet pasar Indonesia cukup terbuka. “Walaupun itu tergantung pada offer dan go to market strategy FastGo, mengingat penetrasi pasar kedua pemain terdahulu sudah cukup kuat,” ujar dia kepada Katadata.co.id, Jumat (17/5).
(Baca: Saingi Gojek dan Grab, FastGo Asal Vietnam Masuk Indonesia Akhir 2019)
Sedangkan menurut Peneliti Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira, pemain baru di industri ini akan bersaing ketat dengan Gojek dan Grab. Apalagi, upaya merebut konsumen melalui tarif layanan akan sulit dilakukan. Sebab, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah menetapkan tarif batas atas dan bawah layanan berbagi tumpangan.
Di Singapura, FastGo memang menawarkan tarif layanan tetap. Berbeda dengan Gojek dan Grab yang tarifnya naik-turun, menyesuaikan dengan permintaan. “Mungkin di jam sibuk, FastGo bisa menang karena tarif tetap. Di jam biasa relatif sulit bersaing dengan Gojek dan Grab,” katanya.
Karena itu, ia melihat persaingan di antara FastGo, Gojek, dan Grab akan fokus di luar layanan berbagi tumpangan. Persaingan akan fokus pada layanan lain, seperti pesan-antar makanan, pengiriman barang, pembayaran, dan lainnya.
Berkaca dari kondisi tersebut, menurutnya FastGo harus mengkaji pengembangan SuperApp supaya bisa bersaing dengan Gojek dan Grab di Indonesia. “Kalau FastGo mau masuk, mereka harus menjadi SuperApp yang tidak sekadar bersaing d sektor transportasi,” ujar dia.
(Baca: Persaingan Ketat Gojek dan Grab Menjadi SuperApp)
FastGo didirikan pada pertengahan 2018 dan telah memiliki sekitar 60 ribu mitra pengemudi di 10 provinsi di Vietnam. Di negara asalnya, FastGo juga meluncurkan layanan naik helikopter bernama FastSky. Layanan seperti ini sempat disediakan oleh Grab di Jakarta, Indonesia pada 2017.
Pada Agustus 2018, perusahaan asal Vietnam ini menghimpun pendanaan seri A dari VinaCapital Ventures. Namun, nilai investasinya tidak disebutkan. Saat ini, FastGo menggalang pendanaan seri B hingga US$ 50 juta atau sekitar Rp 720 juta untuk ekspansi ke beberapa negara di Asia Tenggara dalam dua tahun ke depan.
Setelah Asia Tenggara, FastGo berencana masuk ke pasar Amerika Serikat (AS) dan Brasil. “Kami sedang dalam pembicaraan dengan investor dari Korea Selatan dan AS," ujar Pendiri sekaligus CEO FastGo Nguyen Huu Tuat dikutip dari Asia Nikkei.
Selain ekspansi, VN Express International melaporkan bahwa FastGo berencana merambah layanan pesan-antar makanan dan jasa keuangan. Meski begitu, menurut ekonom dari Singapore University of Social Sciences Walter Theseira, sulit bagi FastGo untuk masuk ke pasar Singapura.
Tanpa dukungan modal yang ssangat kuat, menurutnya sulit untuk merebut pasar Gojek dan Grab. “Pasar (layanan berbagi tumpangan) ini mudah untuk masuk, tetapi sangat sulit untuk mendapatkan pangsa pasar yang substansial," kata dia.
Pemain Baru Sulit Saingi Gojek dan Grab
Selain FastGo, pemain lokal seperti Bonceng dan Anterin.id menawarkan skema kemitraan yang berbeda supaya bisa bersaing dengan Gojek dan Grab. Kedua pemain lokal itu tidak memungut komisi 20% dari mitra pengemudinya. Anterin menerapkan sistem setoran Rp 20 ribu per hari. Sedangkan Bonceng menerapkan skema setoran Rp 50 ribu setiap pekan kepada mitra pengemudinya.
Meski begitu, Ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal menilai kedua pemain baru ini tetap sulit menyaingi Gojek dan Grab. “Mereka butuh pendanaan yang besar. Lalu, apakah mereka bisa dapat keuntungan dari bisnis dengan skema itu,” ujar dia.
(Baca: Tarif Ojek Online Naik, Pemain Baru Masih Sulit Saingi Gojek dan Grab)
Saat ini, Gojek memiliki 21 layanan di aplikasinya, mulai dari berbagi tumpangan, pesan-antar makanan dan minuman, membeli bensin, hingga layanan pembayaran. Gojek juga bermitra dengan perusahaan lain guna menambah layanan, seperti berita, komik hingga e-commerce.
CEO Gojek Nadiem Makarim mengklaim, layanan Go-Food minimal empat kali lebih besar dibanding pesaing terdekatnya di Indonesia. Dia mengklaim Go-Food merupakan layanan pesan-antar makanan terbesar di Asia Tenggara dan ketiga di dunia.
Total transaksi alias gross transaction value (GTV) Gojek mencapai US$ 9 miliar atau sekitar Rp 126 triliun pada 2018. Menurutnya, total transaksi ini melebihi pesaingnya. Transaksi tersebut naik 13,5 kali dibanding 2016. Volume transaksinya mencapai 2 miliar.
Jumlah Unduh Aplikasi | Layanan pesan-antar makanan | Ride-hailing (motor dan mobil) | Layanan pembayaran | Cakupan | |
Gojek | 142 juta | 400 ribu mitra di 370 kota di Indonesia | 2 juta mitra di Indonesia | Go-Pay bermitra dengan 28 insitusi keuangan dan ratusan ribu mitra di 370 kota | 204 kota di empat negara |
Grab | 144 juta | Di 178 kota di Indonesia | 9 juta (plus agen) di Asia Tenggara | Grab menggandeng OVO di Indonesia | 336 kota di delapan negara |
Sumber: Katadata, diolah
Berbeda dengan Gojek yang fokus menghadirkan layanan sendiri, Grab memilih untuk bermitra. Saat ini, Grab mencari pendanaan baru senilai US$ 2 miliar atau sekitar Rp 28 triliun. CEO Grab Anthony Tan mengatakan bahwa tambahan modal ini akan dipakai untuk menjadikan Grab sebagai aplikasi yang digunakan sehari-hari atau everyday superapp.
Grab berkolaborasi dengan Hooq untuk menyediakan layanan video streaming pada awal 2019. Perusahaan ini juga berencana menggandeng Booking Holdings untuk menghadirkan fitur pemesanan hotel di aplikasinya. Selain itu, mereka bakal berkolaborasi dengan startup di bidang kesehatan asal Tiongkok, Ping An Good Doctor.
President of Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata mengatakan, kerja sama seperti ini dilakukan untuk mengukuhkan diri sebagai everyday superapp di Asia Tenggara. “Fokusnya lebih ke sana, dan kami bisa menyediakan kebutuhan masyarakat,” ujar Ridzki pada awal Maret lalu.
Di tingkat regional, Grab memperkuat layanan keuangannya lewat Grab Financial Group. TechCruch melaporkan, Alipay memang ingin memperluas pasar ke Asia Tenggara. Apalagi, pembayaran secara digital di wilayah ini diperkirakan naik tiga kali pada 2025. “Spin-out bakal dilakukan dalam beberapa bulan ke depan,” ujar salah seorang sumber yang dikutip TechCrunch, akhir Maret lalu.
(Baca: Dampak Tarif Ojek Online Naik, Pengguna Pilih Pemesanan Jarak Dekat)