Huawei membantah telah mengembangkan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) untuk mengidentifikasi etnis muslim Uighur. Produsen ponsel pintar (smartphone) asal Tiongkok ini menyatakan, perusahaan menentang penggunaan teknologi untuk tujuan diskriminasi atau penindasan terhadap anggota komunitas apa pun.
“Huawei tidak mengembangkan atau menjual sistem yang bertujuan mengidentifikasi orang berdasarkan kelompok etnis, termasuk muslim Uighur,” kata juru bicara Huawei kepada Katadata.co.id, Senin (14/12).
Muslim Uighur merupakan kelompok minoritas yang berdomisili di barat laut Tiongkok. Kabarnya, pemerintah memindahkan satu juta warga etnis ini ke jaringan kamp penahanan di provinsi Xinjiang dan memaksa untuk mengikuti program indoktrinasi.
Beijing membantah hal itu. Namun, The Verge melaporkan bahwa citra satelit mengonfirmasi keberadaan kamp-kamp tersebut.
Sedangkan Huawei menyampaikan, teknologi identifikasi wajah baru dikembangkan dan terus mengalami perubahan. Pengembangan juga mengacu pada keperluan umum berdasarkan standar industri.
“Pengembangan sistem etika dan tata kelola seputar teknologi yang muncul harus dilakukan melalui proses yang penuh kesadaran,” ujar juru bicara Huawei.
Huawei juga membantah segala tuduhan dalam pemberitaan Washington Post pekan lalu (8/12). “Kami menanggapi pemberitaan ini dengan sangat serius dan sedang menyelidiki wacana yang diangkat di dalamnya,” ujarnya.
Pada pekan lalu (8/12), Washington Post melaporkan bahwa Huawei menguji coba pengembangan teknologi AI untuk identifikasi etnis muslim Uighur. Ini berdasarkan dokumen peneliti pengawasan video di IPVM.
Untuk menjalankan proyek tersebut, Huawei disebut-sebut berkolaborasi dengan perusahaan produsen AI asal Tiongkok, Megvii. Proyek identifikasi wajah itu merupakan demonstrasi tentang bagaimana perangkat keras seperti kamera, server, dan infrastruktur komputasi awan (cloud) milik Huawei dikolaborasikan dengan algoritme dari Megvii.
IPVM kemudian menyoroti fitur peringatan Uighur. Fitur tersebut akan memberikan peringatan, jika subjek teridentifikasi Uighur. Kemudian, hasilnya dilaporkan kepada kepolisian
Pendiri IPVM John Honovich mengatakan bahwa dokumen tersebut telah menunjukkan bagaimana teknologi digunakan untuk tindakan diskriminatif. “Banyak pemikiran yang masuk untuk memastikan teknologi ‘alarm Uighur’ ini berfungsi,” ujarnya dikutip dari Washington Post, pekan lalu (8/12).
Huawei juga dikabarkan bekerja sama dengan puluhan kontraktor keamanan untuk mengembangkan produk pengawasan. Beberapa dari produk itu disebut-sebut mampu mengidentifikasi etnis seseorang dan digunakan untuk menekan potensi aksi unjuk rasa.
Pada tahun lalu, New York Times melaporkan bahwa sejumlah perusahaan teknologi yang memiliki layanan identifikasi wajah di Tiongkok, membangun algoritme khusus untuk memberi peringatan terkait etnis Uighur. Perangkat ini terintegrasi ke jaringan kamera pengintai. Kemudian, AI menyimpan catatan dan data tentang kedatangan dan kepergian etnis Uighur.
"Teknologi dan penggunaan AI mengawasi 11 juta etnis Uighur di Tiongkok," kata lima orang yang memiliki pengetahuan langsung tentang sistem tersebut, dikutip dari The New York Times, awal tahun lalu (14/4/2019).
Berdasarkan sejumlah riset dan wawancara, pihak berwenang menggunakan sistem rahasia dari teknologi identifikasi wajah tersebut untuk melacak dan mengendalikan warga Uighur. "Pemerintah sengaja menggunakan kecerdasan buatan untuk profil rasial," kata para ahli.
Tiongkok pun dikecam beberapa negara karena kabar tersebut. Sejumlah perusahaan asal Tiongkok bahkan dikenakan sanksi oleh pemerintah Amerika Serikat (AS).
Per Juli 2020, Departemen Perdagangan AS memasukkan 48 perusahaan Tiongkok ke dalam daftar hitam (blacklist). Alasannya, diduga terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia (HAM) kepada etnis Uighur di Xinjiang, Tiongkok.
Departemen Perdagangan mengatakan, perusahaan tersebut terlibat dalam kerja paksa warga Uighur. Mereka di antaranya bergerak di bidang tekstil dan dua lainnya, menurut pemerintah, melakukan analisis genetik untuk melanjutkan penindasan kaum Uighur dan minoritas muslim lainnya.