Harga Bitcoin mengalami penurunan terbesar dalam setahun terakhir sejak Maret 2020. Sepekan terakhir harga Bitcoin anjlok 20% dengan posisi US$ 46.747 atau Rp 668 juta pada Senin (1/3).
Harga Bitcoin sempat menyentuh rekor tertinggi US$ 58.278 atau Rp 822,3 juta per koin pada Senin (22/2). Lalu pada Jumat (26/2) turun menyentuh Rp 44.647 atau Rp 638 juta per koin.
CNN menyebut sepekan terakhir banyak komentar negatif yang membuat harga Bitcoin anjlok. Mereka yakni pendiri Microsoft Bill Gates dan Menteri Keuangan AS Janet Yellen.
Bill Gates dalam obrolan langsung di jejaring sosial Clubhouse baru-baru ini menyatakan ketidaktertarikannya dengan mata uang kripto Bitcoin. Gates mengatakan lebih berinvestasi di perusahaan yang membuat produk, seperti produksi vaksin malaria dan campak.
Gates mengatakan dia tidak memilih investasi berdasar apakah akan lebih berharga dibandingkan yang lain. Dalam wawancara sebelumnya, dia mengomentari pilihan pendiri Tesla Elon Musk yang berinvestasi pada Bitcoin.
"Pemikiran umum saya adalah bahwa jika Anda memiliki uang lebih sedikit daripada Elon, Anda mungkin harus lebih berhati-hati," katanya kepada Bloomberg.
Sejak 2018 Gates mengatakan tak akan berinvestasi di Bitcoin. "Elon memiliki banyak uang dan dia sangat canggih, jadi saya tidak khawatir Bitcoin-nya akan naik atau turun secara acak," kata dia.
Selain Bill Gates, Menteri Keuangan AS Janet Yellen menggambarkan mata uang itu sebagai "cara yang sangat tidak efisien untuk melakukan transaksi".
"Ini adalah aset yang sangat spekulatif, dan saya pikir orang harus berhati-hati. Ini bisa sangat tidak stabil, dan saya khawatir tentang potensi kerugian yang dapat diderita investor di dalamnya," kata Yellen.
Ketika Tesla berinvestasi di Bitcoin US$ 1,5 miliar dan berencana menerimanya sebagai pembayaran, nilai mata uang kripto itu langsung melonjak hampir 50%.
Anjloknya harga bitcoin mendorong kapitalisasi pasarnya turun dari US$ 1,04 triliun pada Senin (22/2), menjadi US$ 833 miliar pada akhir pekan lalu (26/2).
Analis pasar di OANDA Eropa Craig Erlam mengatakan, angka tersebut merupakan penurunan harga terbesar yang dialami bitcoin sejak Maret tahun lalu.
Penurunan tersebut sebagian besar disebabkan oleh meningkatnya imbal hasil dan kerugian obligasi di pasar saham global. Alhasil Bitcoin, dan emas menjadi lindung nilai yang lebih rendah.
Ia juga mengatakan, kondisi Bitcoin saat ini sudah mencapai overbought atau sudah terlalu banyak pedagang yang membuka dan menahan posisi beli. "Ini adalah pasar yang sangat overbought dan mungkin akan terjadi sekali lagi dalam waktu yang tidak terlalu lama," kata Craig dikutip dari Financial Express kemarin (28/2).
Bitcoin Masih Berpotensi Melesat
Para analis masih optimis harga bitcoin akan kembali melonjak. "Bitcoin akan terus mengejutkan mereka yang memiliki pandangan lebih sinis terhadap teknologi yang secara nyata sangat anti-rapuh," kata analis dari Bitfinex Paolo Ardoino dikutip dari The Independent pada akhir pekan lalu (27/2).
CEO Delta Exchange Pankaj Balani menilai koreksi harga saat ini juga tidak terlalu signifikan. Sebab, Bitcoin telah mengalami keuntungan besar sejak produsen kendaraan elektrik Tesla memborong bitcoin senilai US$ 1,5 miliar awal Februari lalu.
"Dukungan psikologis yang kuat dan akan sulit untuk ditembus dalam jangka pendek," katanya.
Faktor investasi Tesla terhadap Bitcoin juga menurutnya akan meningkatkan minat investasi dari kalangan institusional terhadap bitcoin. Perusahaan besutan miliarder Elon Musk itu telah menambah daftar korporasi yang berminat terhadap bitcoin seperti PayPal, Fidelity Investments, Squared, Microstrategy, Square, JP Morgan, dan Bank of America
"Ini akan tetap kuat ke depan dan aliran berita positif untuk bitcoin akan mendorong harga lebih tinggi selama beberapa kuartal berikutnya," ujar Balani.
Pada Januari lalu, JP Morgan menilai bahwa harga bitcoin berpeluang mencapai US$ 146 ribu atau Rp 2 miliar tahun ini. "Ini berdasarkan penyamaan kapitalisasi pasar Bitcoin dengan emas untuk tujuan investasi," kata JP Morgan dikutip dari CNBC Internasional, (4/1).
Namun, belakangan ini, para analis JP Morgan mengatakan bahwa Bitcoin merupakan lindung nilai yang buruk atas penurunan harga ekuitas. Harga Bitcoin saat ini jauh di atas perkiraan JP Morgan tentang nilai wajar.
"Aset kripto terus menempati peringkat sebagai lindung nilai termiskin untuk penarikan utama dalam ekuitas, dengan manfaat diversifikasi yang dipertanyakan pada harga yang jauh di atas biaya produksi. Korelasi dengan aset siklis meningkat karena kepemilikan kripto diarusutamakan," kata analis JP Morgan, dikutip dari Reuters, (19/2).
Cryptocurrency dinilai sebagai emas digital yang dapat menjadi lindung nilai dari inflasi dan penurunan dolar AS. Berdasarkan logika ini, Bitcoin perlu naik hingga menjadi US$ 146 ribu dalam jangka panjang.
“Hal itu agar kapitalisasi pasarnya sama dengan total investasi sektor swasta dalam emas melalui dana yang diperdagangkan di bursa atau batangan dan koin,” kata JP Morgan.
Sedangkan analis senior Citibank Thomas Fitzpatrick memperkirakan, harga Bitcoin mencapai US$ 318 ribu atau Rp 4,4 miliar per koin pada akhir tahun ini. Ini merujuk pada grafik mingguan dan menggunakan analisis teknis.
Secara jangka panjang, Morgan Creek Digital Assets memprediksikan harga Bitcoin mencapai US$ 1 juta setara Rp 14,1 miliar per koin dalam kurun waktu satu dekade. "Saya pikir Bitcoin pada akhirnya akan menjadi mata uang cadangan global," kata pendiri dan partner Morgan Creek Digital Assets Anthony Pompliano dikutip dari CNBC Internasional, pekan lalu (17/2).