Data pribadi 553 juta pengguna Facebook bocor dan bisa diakses gratis di forum peretas. Facebook mengklaim, data tersebut merupakan data lama yang berasal daru kerentanan sejak 2019.
Mengutip Business Insider, pengguna yang datanya bocor tersebar di 106 negara. Negara yang datanya paling banyak bocor adalah Mesir dengan jumlah 44,8 juta pengguna, Tunisia 39,5 juta, Italia 35,6 juta, kemudian Amerika Serikat (AS), 32,3 juta. Bahkan, ada 130 ribu pengguna juga berasal dari Indonesia.
Data-data yang bocor berupa nomor telepon, ID Facebook, lokasi pengguna, tanggal lahir, pekerjaan, alamat email, hingga status pernikahan.
Ratusan juta data pengguna ini disebarkan oleh seorang pengguna di forum peretas amatir secara gratis. Dengan begitu, pengguna forum itu bisa mengaksesnya secara bebas.
Juru bicara Facebook mengklaim bahwa data bocor tersebut sudah lama terungkap dan telah ditangani oleh Facebook. "Data tersebut diambil karena kerentanan yang ditambal oleh perusahaan pada tahun 2019," demikian pernyataan Facebook, dikutip dari Business Insider pada Sabtu (3/4) lalu.
Namun, Chief Technology Officer (CTO) dari firma intelijen kejahatan siber Hudson Rock Alon Gal mengatakan, data itu tetap dapat memberikan informasi berharga bagi penjahat siber. "Pelaku kejahatan siber akan memanfaatkan data tersebut untuk melakukan serangan rekayasa sosial atau upaya peretasan," kata Gal.
Bocornya data ratusan juta pengguna Facebook diungkap Gal pertama kali pada Januari 2021. Pada saat itu, seorang pengguna di forum peretasan terdeteksi mengiklankan bot otomatis yang dapat memberikan nomor telepon untuk ratusan juta pengguna Facebook.
Situs Motherboard kemudian melaporkan keberadaan bot itu dan memverifikasi datanya. Kemudian, akhir pekan lalu (3/4), seluruh kumpulan data pengguna Facebook itu diposting di forum peretasan secara gratis.
Pakar privasi digital di NordVPN Daniel Markuson mengatakan bahwa informasi pribadi akan tetap menjadi tambang emas bagi penjahat siber. "Kebocoran data Facebook ini hanyalah pengingat lain untuk menjaga kebersihan data Anda," katanya dikutip dari ZDNet pada Minggu (4/4).
Menurutnya, pengguna hendaknya meningkatkan keamanan di platform digital seperti Facebook, mulai dari menjaga kata sandi, otentikasi multi-faktor, dan alat lainnya. "Mungkin Anda juga sebaiknya tidak langsung membagikan data Anda," ujarnya.
Facebook merupakan media sosial yang paling banyak digunakan di dunia. Simak Databoks berikut:
Kebocoran data pengguna Facebook bukan pertama kalinya terjadi. Sebelumnya, Facebook sempat tersandung masalah skandal kebocoran data pengguna oleh konsultan politik di Inggris, Cambridge Analytica. Setidaknya, ada 87 juta data pengguna Facebook yang bocor pada 2018 lalu.
Komisi Perdagangan Federal (FTC) Amerika Serikat pun mendenda perusahaan media sosial itu US$ 5 miliar atau sekitar Rp 70 triliun pada Juli lalu. Sanksi itu diberikan karena perusahaan dinilai lalai dalam mengelola data personal penggunanya.
Kemudian, pada 2019 terdapat 267 juta data pengguna Facebook yang bocor di internet. Data itu memuat nama, ID, dan nomor ponsel.
Kebocoran data itu pertama kali ditemukan oleh perusahaan riset teknologi Comparitech dan Peneliti Keamanan Bob Diachenko. Berdasarkan analisis keduanya, data yang bocor itu masuk indeks pada 4 Desember 2019.
Data itu diunggah di forum para peretas (hacker) pada 12 Desember 2019. Dua hari setelahnya, Diachenko menemukan basis data yang bocor itu dan mengirim laporan penyalahgunaan ke penyedia jasa layanan internet (Internet Service Provider/ISP) yang mengelola alamat server IP.