Badan legislatif Tiongkok atau National People’s Congress (NPC) mengesahkan Undang-undang (UU) keamanan data hari ini (10/6). Regulasi itu dinilai memperkuat kontrol Beijing atas informasi digital yang dimiliki oleh Alibaba hingga Tencent.
"Undang-undang itu disetujui oleh NPC pada Kamis," kata penyiar negara di China Central Television dikutip dari Bloomberg, Kamis (10/6). Namun, teks lengkap UU ini belum dirilis.
Berdasarkan draf sebelumnya, UU tersebut menyerukan pembentukan sistem kategori dan hierarki data. Selain itu, ada mekanisme penilaian risiko keamanan data.
Aturan itu memberi pedoman tentang bagaimana jenis data tertentu harus disimpan dan ditangani secara lokal. Selain itu, memberi persyaratan pada perusahaan untuk melacak dan melaporkan informasi yang mereka miliki.
UU itu juga mendesak tinjauan keamanan nasional atas penanganan data. Sedangkan kegiatan perusahaan digital di luar negeri, yang dianggap berbahaya, harus dikejar untuk tanggung jawab hukum.
Regulasi itu merupakan upaya Presiden Tiongkok Xi Jinping merebut kendali atas sejumlah besar informasi yang dihasilkan oleh perusahaan teknologi seperti Alibaba dan Tencent. "Untuk mengejar platform dalam mengumpulkan data yang bisa menciptakan monopoli serta melahap pesaing kecil lain," kata Xi.
Pengacara yang berfokus pada masalah kekayaan intelektual dan teknologi di Hong Kong, Carolyn Bigg mengatakan bahwa UU itu mewakili sebagian penting dari keseluruhan teka-teki peraturan perlindungan data di Tiongkok. Namun, aturan ini akan memperberat upaya bisnis teknologi dalam memanfaatkan data.
“Ini tetap menjadi kerangka kepatuhan yang kompleks, dan semakin berat untuk dinavigasi oleh bisnis internasional,” kata Bigg.
Sebelum UU itu disahkan, Otoritas Keamanan Siber Tiongkok atau Cyberspace Administration of China (CAC) mengenalkan pedoman perlindungan data pribadi oleh aplikasi pada April.
Melalui pedoman itu, Beijing meminta aplikasi besutan Alibaba, Tencent hingga induk TikTok, ByteDance membentuk badan independen dan membatasi jumlah data pribadi untuk verifikasi.
Pedoman itu juga meminta pengembang aplikasi mengungkapkan kepada pengguna tentang data pribadi apa saja yang akan dikumpulkan dan tujuannya.
"Aplikasi tidak boleh mengumpulkan informasi pribadi pengguna tanpa terlebih dahulu mendapatkan persetujuan," demikian isi pedoman, dikutip dari Reuters, April (26/4).
Menurut pedoman itu, pengguna harus menerima pemberitahuan secara terpisah saat memproses informasi pribadi yang sensitif seperti ras, etnis, keyakinan agama, biometrik, catatan medis, akun keuangan hingga keberadaan pribadi.
Pedoman itu juga menyerukan agar toko aplikasi mendaftar dan memverifikasi identitas sebenarnya dari pengembang aplikasi. Tujuannya, mengantisipasi upaya penipuan saat pengguna mengunduh aplikasi tertentu.
Selain itu, mendesak toko aplikasi menetapkan skor kredit bagi pengembang aplikasi dan mendirikan portal dalam menangani keluhan dari publik.