Sektor kesehatan Indonesia mulai beralih ke digital dengan mengadopsi layanan telemedicine hingga robot. Namun Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menilai, ada beberapa tantangan digitalisasi layanan kesehatan, salah satunya terkait rekam medis.
Pada April 2020, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya membuat robot ventilator untuk membantu tim medis menangani pasien Covid-19. Basis sistem mekanik dan beberapa spesifikasi lain dari Massachusetts Institute of Technology (MIT). Sedangkan sistem elektronik dan monitoring dibuat sendiri oleh ITS.
Pada Mei 2020, Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) sepakat untuk mendanai produksi massal Robot Medical Assitant ITS-Unair atau Robot Raisa. Robot ini membantu dalam penanganan pasien terinfeksi virus corona.
“Dulu berpikirnya masih jauh untuk memakai fasilitas robotic ini. Ini sesuatu yang mendasar,” kata Ketua Asosiasi Health Tech Indonesia dr. Gregorius Bimantoro dalam acara Indonesia Digital Conference (IDC) 2021 bertema 'Percepatan Digitalisasi di Sektor Kesehatan' yang digelar oleh Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) secara virtual, dikutip dari siaran pers, Kamis (25/11).
Selain itu, digitalisasi di sektor kesehatan terlihat dari langkah Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menggandeng 11 aplikasi telemedicine, seperti Halodoc, Good Doctor, dan Alodokter. Ini bertujuan menyediakan layanan konsultasi dan obat gratis bagi pasien positif Covid-19 yang isolasi mandiri.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, telemedicine mempunyai peran penting untuk meningkatkan layanan dan akses kesehatan masyarakat pada masa pandemi corona.
“Tren telemedicine atau konsultasi medis secara online menjadi salah satu wujud perubahan layanan kesehatan di masa pandemi Covid-19, tanpa harus keluar rumah,” kata Menkes Budi saat memberikan sambutan.
Ia mengatakan, teknologi kesehatan menjadi salah satu pilar dalam transformasi digital yang merujuk pada lima sasaran Jaminan Kesehatan Nasional. "Transformasi kesehatan untuk percepat adaptasi digital dan meningkatkan data," ujar mantan Wakil Menteri BUMN ini.
Saat ini, Kemenkes menyusun tiga proyek integrasi yakni:
- Sistem Data
- Aplikasi Pelayanan
- Pengembangan Ekosistem
"Digitalisasi sudah dilakukan untuk Covid-19. Diharapkan sistem kesehatan bisa terintegrasi,” kata Budi.
Namun, Ketua IDI dr. M. Adib Khumaidi, Sp.OT melihat bahwa tidak semua rumah sakit siap menghadapi layanan telemedicine. Artinya, tidak semua fasilitas kesehatan bisa menyiapkan fasilitas pendukung telemedicine, yang menitikberatkan pada komunikasi.
Hal lain yang disoroti IDI yakni soal perlindungan hukum dalam telemedicine. Ia mencontohkan, bila pasien mendapat layanan di fasilitas kesehatan, pemberian resep itu merupakan hal yang biasa. Ini karena fasilitas kesehatan menyimpan catatan rekam medis pasien.
Menurutnya, ada banyak isu yang perlu diselesaikan pada layanan telemedicine. "Kalau ada pasien baru dan tidak tahu ada rekam medisnya, maka itu berpotensi masalah hukum. Ini yang perlu dilindungi. Kami harus selesaikan kajian regulasi terkait rekam medis elektronik apakah bisa?" kata Adib.
Pada kesempatan berbeda, Chief Digital Transformation Office Kemenkes Setiaji mengatakan bahwa kementerian menyiapkan regulasi rekam medis secara digital. Menurutnya, regulasi ini akan menjadi payung hukum dalam mengintegrasikan data antara layanan medis secara digital dan konvensional.
Kementerian juga akan membuat regulatory sandbox yang memfasilitasi lisensi semua inovasi kesehatan di Indonesia. "Ini agar masyarakat jadi lebih aman dan tentunya untuk melindungi data pribadi," katanya dalam webinar Katadata dengan University of Technology Sidney (UTS) bertajuk The Future of the Digital Economy in Indonesia, Rabu (24/11).