Cina Hapus 106 Aplikasi karena Langgar Aturan Keamanan Data Pribadi

ANTARA FOTO/REUTERS/Thomas Peter
Presiden Cina Xi Jinping tiba pada upacara penyerahan medali untuk pejabat tinggi nasional dan asing pada kesempatan peringatan 70 tahun berdirinya Republik Rakyat Cina di Balai Agung Rakyat di Beijing, Cina, Minggu (29/9/2019).
10/12/2021, 10.39 WIB

Pemerintah Cina menghapus 106 aplikasi seluler dari toko aplikasi di Tiongkok. Ini karena pelanggaran aturan keamanan data pribadi.

Beberapa di antaranya aplikasi sosial media Douban, karaoke Changba, dan daur ulang produk elektronik, Aihuishou.

Kementerian Perindustrian dan Teknologi Informasi (MIIT) mengatakan, permintaan penghapusan aplikasi merupakan hasil dari inspeksi otoritas sejak 3 November. Platform-platform ini dianggap mengumpulkan data pengguna secara berlebihan.

Aplikasi juga dianggap belum memperbaiki praktik dengan benar seperti yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Perlindungan Informasi Pribadi dan UU Keamanan Data. "Sebanyak 106 aplikasi itu gagal memperbaiki privasi data dan pelanggaran keamanan," kata kementerian dikutip dari South China Morning Post (SCMP), Kamis (9/12).

Namun, masih ada aplikasi yang belum diblokir dari toko aplikasi. Douban misalnya, tetap dapat diakses publik. Akan tetapi kunjungan situs dan aplikasi dari pengguna luar Cina, termasuk Hong Kong telah diblokir.

Sebelum kebijakan itu, Beijing sudah menerbitkan setidaknya tujuh aturan dalam meningkatkan pengawasan terhadap raksasa teknologi, sebagai berikut:

  1. Aturan anti-monopoli yang baru
  2. Aturan terkait kredit mikro berbasis digital
  3. Membatasi anak bermain gim online
  4. Memperketat aturan konten di game online hingga video on-demad (VoD). Salah satunya melarang konten yang menampilkan pria bernampilan feminin
  5. Melarang fan ‘mengejar bintang’ secara tidak rasional di media sosial
  6. UU Keamanan data yang baru
  7. Redistribusi kekayaan

Menteri Perindustrian dan Teknologi Informasi Xiao Yaqing mengatakan, pemerintah akan terus meminta pertanggungjawaban perusahaan teknologi, memperkuat pengawasan, dan bekerja dengan institusi lain untuk mengelola industri teknologi.

"Kami akan mengambil langkah-langkah yang ditargetkan untuk mendorong lingkungan pasar yang adil dan teratur," kata Menteri Perindustrian dan Teknologi Informasi Xiao Yaqing dikutip dari SCMP, Minggu (16/10).

Menurutnya, pemerintah akan menyoroti sejumlah praktik, seperti keamanan data perusahaan teknologi, layanan dipersonalisasi, dan persaingan usaha. 

Xiao mengatakan, tekanan kepada perusahaan teknologi memberikan dampak yang baik. Sejak peningkatan pengawasan tahun lalu, beberapa raksasa teknologi di Tiongkok telah mematuhi peraturan baru.

Menurut dia, itu menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan teknologi bersaing satu sama lain untuk mematuhi aturan anyar.

Pada September misalnya, platform percakapan WeChat dari Tencent mulai mengizinkan pengguna untuk membuka tautan yang dibagikan dari platform pesaing.

Alibaba juga mulai mengizinkan konsumen menggunakan WeChat Pay di sejumlah platform untuk mengurangi praktik monopoli.

Sejumlah perusahaan teknologi pun menghadapi denda. Yang terbaru, Alibaba, Tencent, dan JD.com menghadapi denda 500 ribu yuan atau Rp 1,1 miliar dari Badan Regulasi Pasar Cina (SAMR) pada November. Ketiganya dianggap melanggar aturan anti-monopoli. 

Alibaba dan anak usaha Tencent, China Literature, dan Shenzhen Hive Box Technology misalnya, menerima denda 1,5 juta yuan atau setara Rp 3,36 miliar pada akhir tahun lalu. Ini karena tidak melaporkan akuisisi.

Awal Maret lalu, Beijing kembali mendenda anak usaha Alibaba di bidang kebutuhan pokok atau groseri yakni Nice Tuan dan kepunyaan Tencent, Shixianghui. Perusahaan menerapkan skema pembelian berbasis komunitas yang dianggap bisa mengelabui konsumen agar membeli barang.

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan