Terjadi pemerataan daya saing digital antarprovinsi di Indonesia. Hal ini menjadi salah satu kesimpulan dari laporan East Ventures - Digital Competitiveness Index (EV-DCI) 2022.
Minimnya kesenjangan daya saing digital antarprovinsi disimpulkan dari menyempitnya jarak provinsi dengan nilai tertinggi dan terendah. Dalam EV-DCI 2022 selisih skor provinsi tertinggi (DKI Jakarta 73,2) dan terendah (Papua 24,9) yaitu 48,3. Bandingkan dengan periode 2020 dan 2021, masing-masing 61,9 dan 55,6.
Lima provinsi dengan skor daya saing digital tertinggi memang masih dari provinsi-provinsi yang ada di Pulau Jawa. Namun provinsi seperti Bali, Kalimantan Timur, Kep. Riau, dan Sulawesi Selatan juga tidak jauh tertinggal dan masuk dalam daftar 10 besar.
Hal ini di antaranya disebabkan juga oleh berkembangnya tren digital di daerah. Perkembangan tren digital ini mengarah ke pembentukan ekonomi digital berkelanjutan yang tersusun setidaknya dari tiga hal. Pertama, masyarakat digital yang mencakup adaptasi digital dan dan kemampuan digital daerah. Kedua, aktivitas bisnis digital dan terakhir, penerapan pemerintahan digital lewat platform e-government.
Tingkat adaptasi digital secara nasional meningkat cukup drastis dalam tiga tahun terakhir. Data yang dihimpun Hootsuite bersama dengan We Are Social menunjukkan pengguna internet aktif di Indonesia mencapai 202,6 juta jiwa atau sekitar 74 persen dari populasi. Angka ini naik dari 2020 (175,4 juta jiwa) dan 2019 (150 juta jiwa).
Sementara untuk melihat kemampuan digital, indeks literasi digital yang diterbitkan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bisa menjadi rujukan. Dari daftar tersebut, tingkat literasi digital dipegang oleh Provinsi D.I. Yogyakarta. Menariknya terkait kemampuan digital, daerah Kep. Riau, Kalimantan Barat, Sumatera Barat, dan Gorontalo melengkapi lima besarnya. Artinya kemampuan digital masyarakat di Indonesia tidak terpusat hanya di Pulau Jawa.
Terkait dengan aktivitas bisnis digital, berdasarkan laporan EV-DCI 2022 pilar kewirausahaan dan produktivitas, yang mencakup rasio pemanfaatan internet untuk menunjang pekerjaan, juga meningkat drastis. Skor secara nasional untuk pilar ini sebesar 23,6, naik dari 13,5 (2021) dan 8,4 (2020).
Provinsi seperti Jawa Barat, D.I. Yogyakarta, dan Jawa Timur secara aktif memberikan pelatihan digital untuk memacu tren digital dalam pemanfaatannya di dunia profesional. Sementara provinsi seperti Kalimantan Timur menjadi tempat lahirnya sejumlah startup baru yang juga mendukung adaptasi digital oleh pekerja.
Sementara untuk melihat kemampuan digital, indeks literasi digital yang diterbitkan Kominfo bisa menjadi rujukan. Dari daftar tersebut, tingkat literasi digital dipegang oleh Provinsi D.I. Yogyakarta. Menariknya terkait kemampuan digital, daerah Kep. Riau, Kalimantan Barat, Sumatera Barat, dan Gorontalo melengkapi lima besarnya. Artinya kemampuan digital masyarakat di Indonesia tidak terpusat hanya di Pulau Jawa.
Terkait pemanfaatan teknologi untuk produktivitas dan kewirausahaan juga banyak daerah yang mendorong pelatihan digital. Di D.I. Yogyakarta misalnya, lewat kerja sama dengan Kominfo, beragam kegiatan dan program berlabel penguatan kemampuan digital banyak dilaksanakan, misalnya pengembangan Institut Digital Nasional University (IDN-U).
Ada juga bentuk kerja sama dengan pihak swasta. Misalnya Pemerintah Provinsi Bengkulu bekerja sama dengan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) untuk pembuatan taman budaya District Internet Exchange yang memengaruhi aktivitas masyarakat di provinsi tersebut dalam menggunakan internet.
Terakhir terkait dengan penerapan e-government atau sistem pemerintahan berbasis elektronik (SPBE). Hal ini berpengaruh sebab peran pemerintah amat penting sebagai pembuat kebijakan dan regulasi, sehingga harus fleksibel dalam menghadapi perubahan dunia yang cepat.
Pemerintah yang menerapkan sistem berbasis elektronik akan memacu masyarakatnya untuk juga lebih melek digital. Digitalisasi layanan pemerintah juga dapat meningkatkan efisiensi.
Di sektor kesehatan misalnya, hadirnya aplikasi PeduliLindungi menjadi salah satu layanan yang dikembangkan pemerintah untuk mengontrol situasi pandemi COVID-19 nasional. Aplikasi ini meski masih bisa dimaksimalkan, sejauh ini sudah memfasilitasi kemudahan bagi masyarakat di keadaan kahar.
Contoh lain penerapan pemerintahan digital adalah penerapan online single submission (OSS) untuk meningkatkan efisiensi administrasi izin usaha.
Ada juga penggunaan e-Katalog dari Lembaga Kebijakan Pengadaaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) yang meningkatkan transparansi dan efisiensi terkait kegiatan pengadaan. ”Minimal 40% dari APBN pemerintah yang diperkirakan mencapai Rp 1.200 triliun pada 2022 harus digunakan untuk pengadaan produk-produk UMKM dalam e-Katalog. Platform ini memungkinkan digitalisasi proses pengadaan pemerintah, yang meningkatkan efisiensi dan mengurangi korupsi,” terang Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, dikutip dari laporan EV-DCI 2022.
Sementara di tingkat provinsi, berdasar indeks SPBE yang dibuat oleh pemerintah untuk mengukur penerapan e-government di lembaga pemerintahan (pusat maupun di tiap daerah), Bali menjadi satu-satunya yang mendapat predikat sangat baik di tingkat provinsi.
Di bawahnya terdapat 16 provinsi dengan predikat baik, yang mencakup daerah seperti D.I. Yogyakarta, Jawa Barat, Kalimantan Barat, Aceh, NTB, dan Kalimantan Selatan.
Tren digital di daerah yang terus bertumbuh ini menunjukkan besarnya potensi pemanfaatan dan kesiapan provinsi-provinsi Indonesia untuk menjawab tantangan digital. Hal ini juga memperkuat temuan laporan EV-DCI 2022 tentang tingkat daya saing digital yang semakin merata.
Laporan komprehensif mengenai daya saing digital daerah yang dipetakan East Ventures lewat kolaborasi dengan KIC dan PwC Indonesia dapat diunduh lewat tautan ini.