Bahaya Kebocoran Data SIM Card, Mulai Judi Online hingga Penipuan

Muhammad Zaenuddin|Katadata
Ilustrasi kebocoran data.
Penulis: Lenny Septiani
Editor: Yuliawati
2/9/2022, 13.53 WIB

Pratama mengungkapkan bahwa kasus kebocoran data sudah terjadi sejak lama. Penerapan work from home (WFH), meningkatkan resiko kebocoran data.

“Dari catatan BSSN, anomaly traffic di Indonesia naik dari 2020 sebanyak 800-an juta menjadi 1,6 milliar pada 2021,” katanya. Anomaly traffic dapat diartikan sebagai serangan dan lalu lintas data yang tidak biasa, misalnya dengan serangan DDoS.

Selama belum ada Undang-undang (UU) Perlindungan Data Pribadi (PDP), masyarakat tidak bisa berbuat apa-apa. Pratama berkata masyarakat hanya bisa waspada dan hati-hati dengan penipuan.

Sebanyak 1,3 miliar data SIM card yang bocor tersebut dijual di situs oleh akun @Bjorka dengan harga US$ 50.000 atau setara dengan Rp 700 miliar.

Data yang diduga bocor itu meliputi Nomor Induk Kependudukan (NIK), nomor telepon, nama penyedia layanan atau provider, dan tanggal pendaftaran. Penjual menyatakan bahwa data ini didapatkan dari Kominfo.

Pratama Persadha mengatakan, data pasti terkait SIM Card yang dijual itu mencapai 1.304.401.300 baris. “Ketika sampel data dicek secara acak dengan melakukan panggilan beberapa nomor, hasilnya masih aktif semua. Artinya, dari 1,5 juta sampel data yang diberikan merupakan data valid,” kata Pratama.

Namun, sumber kebocoran datanya belum jelas, kemungkinannya antara Kominfo, Dukcapil, dan operator seluler.  Oleh karena itu, menurut dia, perlu ada audit dan investigasi digital forensik untuk memastikan asal kebocoran.

Sedangkan Menteri Kominfo Johnny G Plate menegaskan bahwa data tersebut bukan berasal dari instansinya. “Belum audit. Yang pasti bahwa data itu tidak ada di Kominfo,” kata dia di Bali. Ia menjanjikan direktorat jenderal aplikasi informatika Kementerian Kominfo akan melakukan audit.

Halaman:
Reporter: Lenny Septiani