Literasi Digital RI Naik Tipis, tapi Penipuan Online Masih Jadi PR

ANTARA FOTO/AKBAR NUGROHO GUMAY
Dua orang membuka laman Google dan aplikasi Facebook melalui gawainya di Jakarta, Jumat (12/4/2019).
Penulis: Lenny Septiani
1/2/2023, 10.52 WIB

Rendahnya indeks keamanan digital dibandingkan tiga pilar lainnya menjadi indikasi bahwa masyarakat belum sadar akan pentingnya perlindungan data pribadi. Ini berpotensi terjadinya penyalahgunaan di dunia siber. 

Ia mencontohkan adanya modus penipuan undangan nikah. Pelaku mengirimkan link undangan nikah yang ternyata memuat aplikasi atau APK.

Saat calon korban mengeklik link ini dan mengunduh, maka pelaku mendapatkan akses terhadap SMS.

Dengan begitu, pelaku bisa mengetahui kode OTP yang masuk ke SMS korban. Mereka kemudian bisa menggasak isi rekening korban.

Berdasarkan survei literasi digital, semakin banyak responden yang tidak lagi mencantumkan info pribadi, seperti nama anggota keluarga dan berperilaku cukup aman di sosial media. Mereka juga menggunakan sandi huruf-angka-pola untuk membuka HP. 

Namun, lebih dari 60% responden masih menggunakan password yang sama di berbagai akun media sosial. Sebanyak 61,3% responden membagikan nomor telepon di media sosial.

“Tentu ini bukan menjadi tugas dari Kementerian Kominfo saja, tapi juga perlu dukungan dari berbagai stakeholder,” ujarnya.

Deputy Head Katadata Insight Center Vivi Zabkie menyampaikan, serangan siber setiap tahun berubah-ubah. Meski begitu, indeks keamanan digital naik tipis 0,02 poin.

"Tantangan keamanan tahun lalu berbeda dengan 2021. Belum ada penipuan kirim link APK," kata Vivi.

Halaman:
Reporter: Lenny Septiani