Sejak 2016, Indonesia mengalami lonjakan ekonomi digital yang terbilang masif. Pada 2022, ekonomi digital di Tanah Air diproyeksikan telah mencapai US$ 77 miliar pada 2022 dan akan terus tumbuh hingga mencapai US$ 220-360 miliar pada 2030. Ini menjadikan Indonesia sebagai negara dengan ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara.

Agar ekonomi digital dapat tumbuh sebagaimana yang diharapkan, setidaknya ada sejumlah faktor yang perlu menjadi perhatian seperti infrastruktur, regulasi, dan kemampuan digital masyarakat. Guna memetakan kondisi digital tanah air, East Ventures selama beberapa tahun terakhir merilis laporan bertajuk East Ventures – Digital Competitiveness Index (EV-DCI).

Pemetaan dilakukan berdasarkan berbagai aspek terkait kondisi ekonomi digital nasional dan aspek pendukung yang secara tidak langsung turut membentuk perkembangan ekonomi digital.

“East Ventures memetakan kemajuan daya saing dan ekonomi digital di setiap provinsi sejak 2020 yang kami bagikan melalui laporan East Ventures – Digital Competitiveness Index (EV-DCI)," ujar Co-Founder dan Managing Partner East Ventures Willson Cuaca dalam keterangan tertulis.

"Melalui EV-DCI, kami ingin mendorong semua pemangku kepentingan untuk ikut terlibat mendorong digitalisasi dan mengembangkan ekonomi digital di Indonesia, sekaligus turut menikmati dampak positif ekonomi digital,” tambahnya.

Secara umum, laporan EV-DCI mengukur perbandingan daya saing digital di 34 provinsi dan kota/kabupaten. Hasil pengukuran disajikan dalam bentuk indeks yang terdiri dari tiga aspek utama atau sub-indeks yaitu input, output dan penunjang. Masing-masing sub-indeks memiliki tiga pilar pembentuk.

Sub-indeks input terdiri dari pilar sumber daya manusia (SDM), penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), serta pengeluaran untuk TIK. Sub-indeks output terdiri dari pilar perekonomian, kewirausahaan dan produktivitas, serta ketenagakerjaan. Sementara sub-indeks penunjang terdiri dari pilar infrastruktur, keuangan, serta regulasi dan kapasitas pemerintah daerah.

Dalam tiga tahun terakhir, temuan EV-DCI menunjukkan bahwa kesenjangan daya saing digital di Indonesia terus berkurang. Hal ini merujuk pada meningkatnya skor median indeks. Pada tahun 2020 EV-DCI mencatat skor median indeks sebesar, 27,9. Angka tersebut naik pada 2021 menjadi 32,1 dan 35,2 pada 2022.

Median atau angka tengah adalah angka yang membagi distribusi data indeks 34 provinsi menjadi dua, setelah seluruh indeks tersebut diurutkan. Peningkatan skor median menunjukkan perbaikan daya saing digital di provinsi peringkat menengah dan bawah.

Tren positif terkait daya saing digital juga ditunjukkan lewat menurunnya nilai spread dalam studi. Nilai spread tercatat sebesar 62 pada 2020, kemudian turun menjadi 55,6 (2021) dan 48,3 (2022).

Spread sendiri adalah selisih antara nilai tertinggi dengan nilai terendah. Spread merupakan angka yang digunakan untuk melihat rentang kesenjangan antara provinsi.

Dalam laporan EV-DCI 2020-2022, DKI Jakarta memegang ranking teratas dalam indeks daya saing digital. Dalam tiga laporan terakhir skornya tercatat sebesar 73,2 (2022), 77,6 (2021) dan 79,7 (2020).

Jawa Barat menjadi daerah yang setia mengekor Jakarta dengan skor yang konsisten meningkat. Tercatat dalam tiga laporan terakhir, skor daya saing digital Jawa Barat adalah 55 (2020), 57,1 (2021) dan 58,5 (2022). Beberapa daerah lain yang masuk posisi lima teratas adalah Yogyakarta, Banten, dan Jawa Timur dengan ranking yang naik-turun setiap tahunnya.

Sejak 2019, skor median EV-DCI menunjukkan bahwa daya saing digital di tiap daerah kian merata. Artinya, kesenjangan keterampilan digital daerah-daerah di Indonesia kian mengecil. Kota-kota tier 2 dan tier 3 juga semakin terlihat mengejar ketertinggalan mereka dari kota-kota tier 1.

Laporan EV-DCI menyajikan kesimpulan dan rekomendasi bagi para pemangku kepentingan dalam bentuk kerangka berpikir atau building blocks guna mewujudkan pemerataan digital di Tanah Air.

Dengan pembangunan ekonomi digital yang berkelanjutan, diharapkan Indonesia akan melahirkan jutaan talenta digital dari berbagai provinsi maupun kota. Terlebih, Indonesia menyimpan potensi ekonomi digital yang nilainya diproyeksi mencapai US$ 360 miliar pada tahun 2030 mendatang.

Tahun ini, East Ventures akan kembali merilis laporan EV-DCI 2023. Dalam laporan itu, terdapat penambahan jumlah provinsi yang menjadi objek studi, dari 34 provinsi menjadi 38. Provinsi-provinsi baru tersebut antara lain Sulawesi Barat, Papua Selatan, Papua Pegunungan dan Papua Tengah.

Laporan lengkap EV-DCI 2023 akan dirilis pada 5 April 2023. Peluncuran laporan EV-DCI 2023 dapat disaksikan melalui kanal Youtube East Ventures dan Katadata Indonesia pada pukul 16:00 - 19:00 WIB.