Kominfo Diminta Tak Paksa Merger Operator Seluler XL dan Smartfren

ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho/nz.
Sejumlah warga berada di area tower di Gunung Telomoyo, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah (20/09/2023).
Penulis: Lenny Septiani
Editor: Yuliawati
3/10/2023, 08.50 WIB

Pemerintah mendorong Indonesia hanya memiliki tiga operator seluler karena dianggap lebih sehat buat industri telekomunikasi. Operator seluler menekankan upaya konsolidasi tersebut jangan sampai membuat mereka terpaksa merger.

Saat ini terdapat empat operator seluler yakni Telkomsel yang merupakan anak usaha PT Telkom Indonesia Tbk. (TLKM), Indosat Ooredoo Hutchison (ISAT) yang merupakan hasil merger Indosat dan Tri, PT XL Axiata Tbk. (EXCL), dan PT Smartfren Telecom Tbk. (FREN). Belakangan, muncul wacana XL Axiata Group dan Smartfren akan bergabung atau merger.

Anggota Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Rudi Purwanto menyampaikan merger operator seluler dapat menjadi solusi untuk mencapai keadilan bisnis. Namun, langkah ini tidak bisa dipaksakan.

“Opsel berharap kinerja bagus, mungkin ada kompetisi tinggi, ada batasan operator bisa mendapatkan solusi terbaik dengan merger dan akuisisi,” kata Rudi di Jakarta, Senin (2/10).

Berkurangnya jumlah operator seluler akan membuat frekuensi untuk operator akan lebih besar. Dampaknya pada penggunaan lebih besar untuk konsumen. Sekaligus meningkatkan pengalaman pengguna. “Di situlah yang tadinya 10 Mbps menjadi 100 Mbps per pengguna,” kata Rudi.

Dia pun menyampaikan persaingan bisnis dengan empat operator seluler masih bisa sehat. Namun, diharapkan beban operasional perusahaan tidak terlalu tinggi. Sehingga, bisa mampu memberikan pelayanan lebih baik, sehat, dan membangun infrastruktur.

Dengan jumlah empat operator seluler, menurut dia, masih ada ruang agar bisnis menjadi sehat, dengan mengandalkan intensif, relaksasi, dan transformasi regulasi.

Direktur Penataan Sumber Daya Ditjen Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Kominfo Denny Setiawan menjelaskan permintaan konsolidasi dari Menkominfo untuk persaingan bisnis yang lebih fair atau adil.

Denny juga menegaskan bahwa pemerintah akan memfasilitasi proses tersebut.

Namun, “namanya restruksi enggak bisa kawin paksa, dari segi regulasi mendorong spektrum sharing, perlu dieksplorasi,” katanya acara Selular Business Forum 2023: Sustainability Operator Telekomunikasi Kunci Tangguhnya Ekosistem Digital Indonesia di Jakarta, Senin (2/10).

Sumber Bloomberg menyebutkan XL Axiata dan Smartfren Telecom dikabarkan sudah membicarakan ini dengan para penasihat untuk membantu penjajakan potensi transaksi pada awal September. Opsi-opsi lain yang sedang dipertimbangkan adalah perjanjian berbagi jaringan dan kemitraan.

Adapun pembicaraan masih dalam tahap awal dan belum ada kepastian bahwa kesepakatan apapun akan terjadi.

Opsi merger keduanya, pada awalnya ramai dibicarakan pada tahun 2021. Langkah itu menyusul merger PT Indosat Tbk (ISAT) dan Tri Indonesia yang berlangsung sukses dan tampaknya menjadi inspirasi operator lain untuk melakukan hal serupa.

Aksi merger ini tak dipungkiri salah satunya untuk 5G, operator telekomunikasi membutuhkan 100 MHz agar dapat memberikan layanan 5G secara optimal. Tak dipungkiri pula opsi merger menjadi solusi karena membuat perusahaan lebih sehat, baik itu secara keuangan, penguasaan frekuensi dan juga pelanggan.

Presiden Direktur Smartfren Merza Fachys mengatakan, perusahaan masih akan menunggu dan melihat perkembangan lebih lanjut ke depannya.

“Belum ada pembicaraan, tapi mudah-mudahan saja,” kata Merza kepada Katadata.co.id, Selasa (5/9).

Sedangkan perwakilan dari XL Axiata enggan berkomentar. Juru bicara Axiata mengatakan mereka selalu mencari kolaborasi dan kemitraan strategis, dan berharap untuk tumbuh secara berkelanjutan di seluruh wilayah geografisnya.

Reporter: Lenny Septiani