Poin Penting Revisi UU ITE Jilid II, Pasal Pencemaran Nama Baik Diubah

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra.
Ketua DPR Puan Maharani (kedua kanan) menerima berkas pandangan akhir pemerintah terkait RUU tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dari Menkominfo Budi Arie Setiadi (kedua kiri) di sela rapat paripurna penutupan masa persidangan II tahun sidang 2023-2024 di kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (5/12/2023).
Penulis: Lenny Septiani
Editor: Yuliawati
5/1/2024, 14.41 WIB

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) resmi berlaku. Presiden Joko Widodo atau Jokowi menandatangani revisi jilid II aturan tersebut pada 2 Januari 2024.

DPR mengesahkan revisi kedua dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE, pada Selasa (5/12). UU ITE jilid II mengubah sejumlah ketentuan di UU Nomor 11 Tahun 2008 dan UU Nomor 19 Tahun 2016.

Sebelumnya, beberapa pasal dalam UU ITE dinilai sebagai pasal kontroversial. Lalu dalam revisi UU ini terdapat 14 pasal yang diubah dan lima pasal baru ditambahkan.

Namun, dalam revisi UU terbaru terdapat sejumlah pasal yang dianggap sebagai ‘aturan karet’ masih tercantum di dalamnya. Berikut poin-poin revisi UU ITE jilid II yang sudah ditandatangani Jokowi:

Pasal pencemaran nama baik

Pasal kontroversial yang hilang dalam aturan baru yakni Pasal 27 Ayat (3) yang mengatur pidana penghinaan atau pencemaran nama baik melalui informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik.

Sebagai gantinya, UU ITE hasil revisi mencantumkan pasal baru yaitu Pasal 27A dan 27B. Pasal 27A tentang penyerangan kehormatan atau nama baik orang dan Pasal 27B tentang ancaman pencemaran.

Pasal 27A berbunyi: "Setiap orang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang dilakukan melalui sistem elektronik".

Pasal 27B ayat (1) berbunyi: Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik, dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa orang dengan ancaman kekerasan untuk:

  1. Memberikan suatu barang, yang sebagian atau seluruhnya milik orang tersebut atau milik orang lain, 
  2. Memberi utang, membuat pengakuan utang atau menghapuskan piutang. 

Pasal 27B ayat (2) berbunyi : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan ancaman pencemaran atau dengan ancaman akan membuka rahasia, memaksa orang supaya: 

  1. Memberikan suatu barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang tersebut atau milik orang lain, 
  2. Memberi utang, membuat pengakuan utang atau menghapuskan piutang.

Pasal penyebaran berita bohong

UU ITE terbaru ini menambahkan aturan soal larangan menyebarkan berita bohong, yakni pasal 28 ayat 3 dan pasal 45A ayat 3 tentang pemberitahuan bohong yang sudah memiliki padanannya dalam KUHP baru. 

Pasal 28 ayat 3 berbunyi Setiap Orang dengan sengaja menyebarkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang diketahuinya memuat pemberitahuan bohong yang menimbulkan kerusuhan di masyarakat.

Pasal ancaman pribadi

Revisi UU ITE mengubah ketentuan pasal 29, yang awalnya mengatur ancaman kekerasan yang ditujukan secara pribadi.

Versi revisi menghilangkan ketentuan "pribadi". Adapun bunyi pasal 29 di UU ITE jilid II menjadi: "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik secara langsung kepada korban yang berisi ancaman kekerasan dan/atau menakut-nakuti."

Pasal pelindungan anak

Terdapat pasal baru dalam UU ITE untuk melindungi anak-anak secara online yang termuat dalam pasal 16A 

Adapun, pasal 16A berbunyi : “Penyelenggara Sistem Elektronik wajib memberikan pelindungan bagi anak yang menggunakan atau mengakses Sistem Elektronik.”

Pelindungan terhadap hak anak mengenai penggunaan produk, layanan, dan fitur yang dikembangkan dan diselenggarakan oleh Penyelenggara Sistem Elektronik. 

Dalam memberikan produk, layanan, dan fitur bagi anak, PSE wajib menerapkan teknologi dan langkah teknis operasional untuk memberikan pelindungan bagi anak dari tahap pengembangan sampai dengan tahap Penyelenggaraan Sistem Elektronik.

PSE harus berbadan hukum Indonesia

PSE asing yang menyediakan layanan di Indonesia seperti Instagram, Facebook, WhatsApp, hingga TikTok harus berbadan hukum di Indonesia agar dapat beroperasi.

Hal ini tercantum dalam pasal 13 UU ITE terbaru yang berbunyi : “Penyelenggara Sertifikasi Elektronik yang beroperasi di Indonesia harus berbadan hukum Indonesia dan berdomisili di Indonesia.”

Wewenang pemerintah

Di antara Pasal 40 dan Pasal 41 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 40A. 

Pasal 40A ayat 1 mengatakan, pemerintah bertanggung jawab dalam mendorong terciptanya ekosistem digital yang adil, akuntabel, aman, dan inovatif. 

Sementara pasal 40A ayat 2 berbunyi : “Dalam rangka melaksanakan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah berwenang memerintahkan Penyelenggara Sistem Elektronik untuk melakukan penyesuaian pada Sistem Elektronik dan/ atau melakukan tindakan tertentu.”

Sebagaimana tertuang dalam ayat 3, PSE wajib melaksanakan perintah sebagaimana dimaksud pada ayat 2.

Apabila PSE melanggar kewajiban maka PSE akan dikenai sanksi administratif yang dapat berupa:

  1. teguran tertulis
  2. denda administratif
  3. penghentian sementara; dan/atau
  4. pemutusan Akses.

Pengecualian sanksi

Revisi UU ITE memberi pengecualian sanksi yang diatur dalam Pasal 45 UU ITE. Ini berlaku untuk pelanggaran kesusilaan dan pencemaran nama baik jika dilakukan atas dasar kepentingan umum maupun membela diri.

“Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyiarkan, mempertunjukkan, mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan untuk diketahui umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rpl.000.000.000,00 (satu miliar rupiah),” demikian bunyi pasal 45 ayat 1 Revisi UU ITE jilid II.

Pasal 45 ayat (2) soal pengecualian melanggar kesusilaan berbunyi:

“Perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipidana dalam hal:

  1. dilakukan demi kepentingan umum; 
  2. dilakukan untuk pembelaan atas dirinya sendiri; atau 
  3. Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut merupakan karya seni, budaya, olahraga, kesehatan, dan/atau ilmu pengetahuan.
Reporter: Lenny Septiani