Uni Eropa menyebut X yang sebelumnya bernama Twitter melanggar aturan konten dan diduga menipu pengguna soal centang biru. Elon Musk mengancam akan menuntut balik.
Regulator bidang teknologi Uni Eropa merujuk pada Undang-Undang Layanan Digital atau Digital Services Act (DSA). DSA adalah bagian dari paket legislasi yang diperkenalkan oleh Komisi Eropa untuk memperbarui dan mengatur layanan digital di Eropa.
Komisi Eropa melakukan penyelidikan selama tujuh bulan. Regulator menargetkan apa yang disebut ‘pola gelap’ perusahaan yang membentuk perilaku pengguna, transparansi periklanan, dan akses data bagi para peneliti.
Pola gelap yang dimaksud adalah taktik menipu yang dirancang untuk mendorong orang ke arah produk dan layanan tertentu.
“Penggunaan tanda centang biru oleh X atau Twitter untuk akun terverifikasi tidak sesuai dengan praktik industri,” kata Komisi Eropa dikutip dari CNBC Internasional, Senin (15/7). Alasannya, siapapun dapat berlangganan dan memperoleh status terverifikasi.
Praktik centang biru X dinilai berdampak negatif pada kemampuan pengguna untuk membuat keputusan yang bebas dan berdasarkan informasi tentang keaslian akun yang mereka gunakan.
Sebelum berubah nama menjadi X, Twitter memberikan centang biru untuk menunjukkan bahwa akun tersebut milik seorang figur publik yang identitasnya telah diverifikasi.
Setelah diambil alih oleh Elon Musk, centang biru menunjukkan bahwa akun tersebut milik pelanggan berbayar.
Komisi Eropa menambahkan, ada bukti ‘aktor jahat yang termotivasi’ menyalahgunakan status terverifikasi untuk menipu pengguna.
Regulator juga menuduh X menerapkan fitur desain dan penghalang yang menghalangi transparansi periklanan. Perusahaan yang sebelumnya bernama Twitter ini dianggap gagal mengizinkan peneliti mengakses data publik, seperti yang disyaratkan dalam DSA.
“Menurut pandangan kami, X tidak mematuhi DSA di beberapa area transparansi utama, dengan menggunakan pola gelap sehingga menyesatkan pengguna, tidak menyediakan repositori iklan yang memadai, dan memblokir akses ke data bagi para peneliti,” kata Kepala Antimonopoli Uni Eropa Margrethe Vestager.
Perusahaan diberi waktu beberapa bulan untuk menanggapi dakwaan tersebut. Jika terbukti bersalah, maka X akan menghadapi denda hingga 6% dari omzet global.
X tidak setuju dengan penilaian Uni Eropa tentang cara mematuhi DSA. Sementara itu, pemilik Twitter Elon Musk mengancam akan melakukan tuntutan hukum.
"Kami menantikan pertarungan yang terbuka di pengadilan, sehingga masyarakat Eropa dapat mengetahui kebenarannya," kata Elon Musk melalui akun di X.
Elon Musk juga menyampaikan sebelumnya, bahwa Komisi Eropa menawarkan kepada X kesepakatan rahasia yang ilegal untuk menyensor ucapan tanpa memberitahu siapapun. X menolak hal ini.
Sementara itu, Kepala Industri Uni Eropa Thierry Breton mempersilahkan Elon Musk untuk mengajukan tuntutan. "Tidak pernah ada, dan tidak akan pernah ada 'kesepakatan rahasia’ dengan siapapun. DSA memberi X kemungkinan untuk menawarkan komitmen guna menyelesaikan kasus,” kata dia di X.
"Terserah Anda untuk memutuskan apakah akan memberikan komitmen atau tidak. Begitulah cara kerja prosedur hukum. Sampai jumpa (di pengadilan atau tidak)," Breton menambahkan.