Marak Serangan Hacker, DeFi Blockchain Perlu Segera Diatur di Indonesia?

Katadata/Yura Syahrul
Acara Indonesia Blockchain Week di The Ritz Carlton Pacific Place, Jakarta (19/11)
19/11/2024, 15.32 WIB

Sejumlah platform decentralized finance atau DeFi mengalami serangan peretasan atau hacker. Pakar blockchain menanggapi beragam tentang perlu tidaknya teknologi ini diatur di Indonesia. 

DeFi adalah sistem keuangan yang dibangun di atas teknologi blockchain dan beroperasi tanpa perantara seperti bank atau lembaga keuangan tradisional. DeFi memungkinkan pengguna mengakses layanan keuangan seperti meminjam, menyimpan, berinvestasi hingga bertransaksi langsung melalui jaringan terdesentralisasi.

Semua proses dilakukan menggunakan smart contracts atau program otomatis yang berjalan di blockchain tanpa campur tangan pihak ketiga. DeFi menawarkan transparansi penuh, karena semua transaksi dapat dilacak di blockchain.

Pakar blockchain memperkirakan jumlah pengguna DeFi melonjak dari 4,8 juta pada 2022 dan 22 juta pada 2028, jika mengikuti tren pertumbuhan saat ini. Total nilai aset kripto yang terkunci dalam DeFi lebih dari US$ 52,71 miliar per tahun lalu.

Co-Founder Manta Network Victor Ji menyampaikan platform-nya bersifat terdesentralisasi dan tidak dapat mengubah data di blockchain. kerja sama dengan mitra memungkinkan verifikasi transaksi dan menghentikan proses bisnis yang bermasalah.

Namun ia menyoroti peretasan skala besar. Oleh karena itu, menurut dia regulator harus bertindak untuk memberi efek jera kepada para pelaku kejahatan.

"Jika memang ada yang tidak beres, dan mereka sebagai mitra sebenarnya bisa menghentikan transaksi tersebut," kata Victor dalam panel diskusi bertajuk ‘Navigating the Wild West of Digital Assets’ dalam acara Indonesia Blockchain Week di Ritz Carlton Pacific Place Jakarta pada Selasa (19/11).

Contoh kasus peretasan pada platform DeFi yakni LIFI pada 16 Juli. Perusahaan merugi US$ 10 juta akibat hacker yang mencuri sejumlah besar stablecoin dan Ethereum.

LIFI meminta pengguna untuk segera mencabut persetujuan dan menghentikan penggunaan layanan.

Perusahaan mengalami insiden serupa pada Maret 2022.

Kasus lainnya yakni Prisma Finance dengan kerugian US$ 10 juta pada Maret. Perusahaan segera mengumumkan penghentian sementara operasional protokol untuk melakukan penyelidikan menyeluruh.

Meski begitu, CEO Trust Wallet Eowyn Chen menilai mekanisme pasar dapat mendorong perilaku pengguna DeFi ke arah yang baik dan mengeliminasi kebiasaan buruk oknum pengguna tertentu tanpa perlu menerapkan regulasi ketat.

“Penggunaan teknologi dan mekanisme pasar bisa digunakan untuk membangun transparansi dan kepercayaan yang memaksa perilaku baik dihargai dalam pasar melalui kompetisi," ujar Eowyn.

Sementara itu, Head of Sales GSR CJ Fong menekankan pentingnya keseimbangan antara pengawasan yang memadai dan kebebasan inovasi di dunia kripto. Menurut dia, permasalahan dalam DeFi seringkali terkait perilaku manusia, bukan teknologi.

Dia khawatir regulasi yang terlalu ketat bisa menghambat potensi DeFi. "Regulasi tidak selalu menjadi jawabannya. Regulasi lebih bersifat sebagai konsep pengawasan," kata Fong.



Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu