Biro Investigasi Federal Amerika atau FBI dan Kepolisian Indonesia bekerja sama dalam melacak Tindak Pidana Pencucian Uang alias TPPU, termasuk penggunaan kripto.

Agen Khusus Pengawas FBI Robert F. Lafferty menjelaskan instansi bakal berkolaborasi dengan Polri terkait investigasi, membagi informasi, intel, dan lainnya. Penyelidikan paralel ini dilakukan untuk kasus-kasus terkait kedua negara.   

“Banyak perusahaan media sosial berada di Amerika Serikat. Jadi FBI bisa memperoleh informasi dari Facebook, Instagram, atau Google dan kami bisa membagikannya ke Polri untuk membantu investigasi,” ujar Lafferty dalam acara Indonesia Blockchain Week, Jakarta, Selasa (19/11).

FBI juga menawarkan pelatihan terkait berbagai jenis dan subjek kejahatan siber, termasuk kripto, kepada penyidik siber Polri selama dua tahun. Sudah ada sekitar 50 orang yang mendaftar.

Program pelatihan tersebut sudah berjalan setahun. Pada akhir program, FBI bakal memilih anggota penyidik Polri untuk investigasi bersama terkait kejahatan siber.

“Minggu ini, kami membawa dua pakar dari FBI. Mereka berada di Bali untuk mengajar penyidik cara melacak aset kripto. Ada tiga kelas berbeda. OJK atau Otoritas Jasa Keuangan terlibat dalam pelatihan ini,” katanya.

Lafferty bercerita tentang kerja sama FBI dan Polri menangani kasus pengguna platform Coinbase asal Amerika Serikat yang kehilangan aset kripto total US$ 1,2 juta.

Korban menghubungi FBI dan menemukan ada lima penarikan dana ke Binance, Tokocrypto, dan Indodax. FBI lalu berkoordinasi dengan Polri dan menginvestigasi kasus tersebut.

“Mereka menemukan dua tersangka di Indonesia yang menarik dana korban. Polisi menangkap mereka dan FBI memfasilitasi Polri pergi ke Amerika untuk mewawancarai korban. Tujuannya, mendapatkan bukti tambahan dalam tuntutan tersangka,” ujar Lafferty.

Dari pengembangan kasus, ternyata tersangka sudah mencairkan dana tersebut dan membeli sepeda motor, aksesori, dan alat elektronik. Polri dan FBI bekerja sama dengan Kejaksaan Agung yang melelang aset tersebut.   

Uang US$ 500 ribu dikembalikan kepada korban. Sementara sisanya hilang.

Menurut dia, penyelesaian kasus tersebut tidak begitu rumit. Mereka menggunakan tools seperti T-Analysis dan TRM Labs untuk melacak transaksi dan siapa pemilik dompet kripto itu. Dari sana, mereka berkoordinasi dengan bursa kripto dan Kepolisian untuk mencari tersangka.

Reporter: Amelia Yesidora