World Economic Forum (WEF) Global Risks Report 2024 memperhitungkan peristiwa cuaca ekstrem, perubahan iklim, dan perubahan kritis pada sistem Bumi sebagai kekhawatiran terbesar yang dihadapi dunia selama dekade berikutnya. Meskipun misinformasi dan disinformasi menjadi risiko jangka pendek terbesar dalam dua tahun ke depan, risiko lingkungan hidup mendominasi dalam jangka waktu sepuluh tahun.
Laporan tersebut menemukan empat risiko paling parah selama sepuluh tahun ke depan, yakni peristiwa cuaca ekstrem, perubahan kritis pada sistem bumi, hilangnya keanekaragaman hayati dan runtuhnya ekosistem, serta kekurangan sumber daya alam. Polusi juga termasuk dalam sepuluh risiko paling parah.
Yang memprihatinkan, laporan tersebut menyatakan bahwa kerja sama dalam isu-isu global yang mendesak dapat menjadi semakin langka. Hal ini menggarisbawahi pentingnya tindakan dan kolaborasi bersama untuk mengatasi keadaan darurat iklim dan alam.
Direktur Jenderal WWF Internasional Kirsten Schuijt mengatakan krisis perubahan iklim dan hilangnya keanekaragaman hayati yang saling terkait merupakan salah satu risiko paling berat yang harus dihadapi dunia dan tidak dapat ditangani secara terpisah.
"Kita baru saja mengalami tahun terpanas dalam catatan sejarah dengan kehidupan dan mata pencaharian yang hancur akibat gelombang panas yang membakar, serta bencana banjir dan badai. Jika kita tidak segera mengambil tindakan, ancaman ini akan semakin meningkat, dan semakin dekat dengan kerusakan yang tidak dapat dipulihkan pada masyarakat dan ekosistem," ujar Kirsten Schuijt, seperti dikutip eureporter.co.
Sementara itu, Direktur Kantor Kebijakan Eropa WWF Ester Asin mengatakan Badan Lingkungan Hidup Uni Eropa baru-baru ini menyerukan kritik pedas yang menunjukkan bahwa Uni Eropa berada dalam bahaya karena kehilangan sebagian besar target kebijakan lingkungan tahun 2030.
Menjelang pemilihan umum Uni Eropa, partai-partai politik harus menunjukkan komitmen mereka untuk melindungi masa depan Bumi dan memenuhi janji Kesepakatan Hijau Eropa. "Hal ini membutuhkan desain ulang mendasar dari ekonomi kita untuk lebih cepat melepaskan diri dari bahan bakar fosil dan memanfaatkan sepenuhnya ekosistem yang sehat sebagai sekutu terkuat kita. Hanya dengan demikian, Uni Eropa dapat menjamin keselamatan dan kesejahteraan rakyatnya serta meningkatkan otonomi dan ketahanannya," ujar Ester Asin.
Negara-negara Belum Memenuhi Komitmen terhadap Perubahan Iklim
WEF Global Risks Report 2024 menemukan bahwa risiko lingkungan terus mendominasi lanskap risiko. Dua pertiga dari para ahli global mengkhawatirkan kejadian cuaca ekstrem pada 2024.
Cuaca ekstrem, perubahan kritis pada sistem bumi, hilangnya keanekaragaman hayati dan runtuhnya ekosistem, kekurangan sumber daya alam, dan polusi merupakan lima dari 10 risiko terparah yang dianggap akan dihadapi dalam satu dekade mendatang.
WWF prihatin bahwa negara-negara tidak berada di jalur yang tepat untuk memenuhi komitmen mereka pada 2030 di bawah Kerangka Kerja Keanekaragaman Hayati Global Kunming-Montreal, Perjanjian Paris, dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB.
"WWF prihatin bahwa kecepatan dan skala aksi tidak sesuai dengan janji perjanjian. WWF telah menerbitkan serangkaian kriteria untuk National Biodiversity Strategies and Action Plans (NBSAP) yang ambisius dalam NBSAP yang Kita Butuhkan," ujar Schuijt.
Perjanjian Paris memiliki tujuan menyeluruh untuk menahan "peningkatan suhu rata-rata global di bawah 2°C di atas tingkat pra-industri" dan mengupayakan pembatasan peningkatan suhu hingga 1,5°C di atas tingkat pra-industri.
Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim PBB mengindikasikan bahwa untuk membatasi pemanasan global hingga 1,5°C, emisi gas rumah kaca harus mencapai puncaknya paling lambat sebelum tahun 2025 dan menurun 43% pada tahun 2030.
Sementara itu, WWF menyambut baik Komitmen di COP28 untuk beralih dari bahan bakar fosil sebagai momen penting. "Jelas bahwa untuk planet yang layak huni, kita perlu melihat penghentian semua bahan bakar fosil secara menyeluruh serta pendanaan yang jauh lebih besar untuk membantu mereka yang terancam," kata WWF.